Dari orang tua, saya dapat cerita bahwa kakek di kampung hampir menjadi keganasan PKI. Rumahnya sudah diberi tanda khusus bersama beberapa rumah tokoh lain. Tapi takdir Allah berlaku berbeda dari makar yang telah dirancang. Masyarakat bergerak lebih dahulu “menghabisi” kader-kader komunis di sana.
Ideologi yang berslogan sama rasa sama rata itu memandang kepemimpinan dalam adat Minang yang dilangsungkan oleh tigo tungku sajarangan/tigo tali sapilin, yaitu penghulu, alim ulama, dan niniak mamak sebagai warisan feodal yang harus diganyang. Mereka anggap hal tersebut menciptakan perbedaan kelas.
Di tahun-tahun itu, antara pengikut komunis dan lawan politiknya terdapat dua pilihan. Membunuh atau terbunuh.
Saya tidak pungkiri adanya pembantaian dan penangkapan tanpa keadilan yang jelas pasca G30S/PKI saat rakyat, mahasiswa dan tentara memburu kader-kader Karl Max. Bukan soal benar atau salah. Bagi saya itu adalah kecelakaan sejarah. Disebut kecelakaan, karena keberadaan PKI hanya membuat celaka.
Berhasil atau tidaknya pemberontakan G30S/PKI tetap akan ada pembantaian. Karena gagal, maka pengikut komunis diburu. Andai menang, mereka yang memburu. Bahkan bisa lebih sadis lagi.
Tapi alhamdulillah Allah lindungi negeri ini.
Kini keturunan PKI menuntut negara meminta maaf. Namun keturunan mereka yang terbantai oleh partai itu, kepada siapa meminta hal serupa? Andai gerakan PKI berhasil, pembantaian akan meluas, dan anak cucu para korban tidak akan pernah bisa mengangkat wacana permintaan maaf oleh negara.
Tapi persoalannya bukan sekedar maaf memaafkan. Lebih dari itu, atas berulang kalinya pembantaian yang dilakukan, sudah tidak boleh lagi ada tempat untuk sebuah gerakan berideologi komunis berdiri legal di Indonesia.
Itulah ideologi haus darah. “Selama 74 tahun komunis itu rata-rata membunuh 1.621.621 orang setiap tahun atau 4.504 orang per hari atau tiga orang per menit di 75 negara,” ujar penyair angkatan 1966, Taufiq Ismail.
Stalin telah membunuh 43 juta orang. Sekitar 39 juta orang mati di kamp-kamp kerja paksa.
Komunis China dari 1949 hingga 1987 telah membunuh 40 juta warganya.
Rezim Khmer Merah pimpinan Pol Pot selama April 1975 – Desember 1978 telah membantai dua juta atau 28,57 persen jumlah penduduk.
Komunis juga membantai keluarga kesultanan di Sumatera Timur. Belum lagi Madiun, pesantren-pesantren di Jawa, dan yang dikenang tiap tahun: para Jenderal Angkatan Darat.
Di tengah hasutan yang menuduh tentara dan orde baru keji karena membantai orang-orang tak bersalah saat membasmi PKI pasca G30S/PKI, jangan lupakan bahwa orang tua atau kakek nenek kita adalah potensi korban pembantaian oleh PKI andai mereka berhasil dalam pemberontakan tersebut dalam rangka memaksakan ideologinya.