
*Sebuah fiksi ilmiah, tanpa kejelasan di mana ilmiahnya
Asap masih mengepul dari lokasi kejadian ketika inspektur Vijay sampai di tempat yang tak lama tadi seorang teroris melakukan aksi bom bunuh diri.
Instruksinya kepada aparat di sekitar: temukan KTP, KK, Paspor, atau identitas pelaku. Karena seperti pola yang sudah-sudah, para teroris itu ingin dikenang oleh dunia dengan meninggalkan jejak data diri di dekat TKP.
Lalu sebentar saja seseorang bersenjata laras panjang dan mengenakan rompi anti peluru tergopoh-gopoh menghampiri Inspektur Vijay. Ia membawa KTP atas nama Brenton Tarrant.
“Nah, tak diragukan lagi. Orang ini lah pelakunya. Siapkan konferensi pers,” pinta Inspektur Vijay.
Tiba-tiba datang lagi seorang anak buahnya. “Lapor Komandan, saya menemukan Kartu NPWP, BPJS Kesehatan, dan BPJS Tenaga Kerja atas nama Brenton Tarrant.”
“Oh. Lengkap juga identitasnya dia sebarkan,” kata Inspektur Vijay. “Ini akan menjadi bukti yang sangat kuat.”
Baru saja berkata begitu, datang lagi anak buah yang lain.
“Lapor komandan, saya menemukan Kartu Indonesia Pintar, Kartu Indonesia Sehat, Kartu Pra Kerja, dan Kartu Sembako Murah atas nama Brenton Tarrant.”
Inspektur Vijay makin kaget. Banyak sekali teroris ini membawa kartu dalam aksi kali ini.
“Lapor Komandan!” suara yang lain. “Saya menemukan Kartu Esemka Murah, Kartu Dollar Murah, Kartu Listrik Murah, Kartu BBM Murah, Kartu Restoran Padang Murah, Kartu Indonesia Baca Komik, Kartu Seleb Youtuber, Kartu Indonesia Ganteng, Kartu Indonesia Buzzer, Kartu Anak Millenial, Kartu Indonesia Anti Rantai Sepeda Putus, atas nama Brenton Tarrant.”
Inspektur Vijay mengangguk. “Hmm… tampaknya si teroris ini pendukung program pemerintah.”
“Benar Komandan. Saya juga menemukan Kartu Indonesia Metamorfosis, yang memudahkan perubahan bentuk dari kecebong menjadi kodok, atas nama orang yang sama.”
“Oh begitu. Eh iya… Bagaimana dengan alamat dalam kartu tersebut. Apakah sama? Mengingat nama Brenton Tarrant itu cukup pasaran.”
“Lho, komandan… Nama pasaran itu Budi, Agus, Rudi, Hendra… Kalo Brenton mah agak jarang,” protes seorang anak buah.
“Ya tadinya penulis cerita ini mau memakai nama-nama itu. Tapi takut ada yang tersinggung. Ya sudah, pokoknya kalau kata penulis, nama itu pasaran, ya pasaran.”
Mereka mengangguk dan mulai mencocokkan alamat dari kartu-kartu tersebut. Rupanya ada 5 alamat yang berbeda.
“Jadi, apakah kartu-kartu ini milik orang yang sama?” tanya Inspektur Vijay.
“Kita cek saja di sistem e-KTP, komandan,” jawab seseorang.
“Tapi susah. Kan e-KTP tidak terintegrasi dengan kartu-kartu itu. Kalau sistemnya canggih, buat apa banyak kartu? Cukup satu KTP dengan banyak manfaat,” jawab yang lain.
“Oh, itu seperti kampanye Sandiaga Uno dong?”
“Lah… Memang begitu harusnya. Katanya e-KTP sudah pakai chip khusus. Tapi kok pemerintah masih mengeluarkan banyak kartu setiap ada program. Percuma dong chip-nya?”
“Heh… Kamu itu kalah ya dengan si teroris,” Inspektur Vijay sewot. “Dia saja mendukung program pemerintah. Kok kamu malah kayak kampret?”
“Siap. Maaf komandan.”
Tiba-tiba datang lagi seorang aparat yang lain. Belum sempat dia membuka suara, Inspektur Vijay sudah langsung bertanya, “Kamu dapat kartu apa lagi?”
“Siap komandan. Saya membawa surat atas nama Brenton Tarrant, yang saya temukan di sekitar TKP.”
“Oh. Bacakan surat itu.”
“Siap Komandan!”
Lembar kertas yang di tangan ajudan itu dibuka. Sebuah tulisan tangan empat paragraf dibacakan agak keras.
“Hai guys, selamat ya sudah menemukan surat ini. Saya cuma mau curhat betapa gak enaknya jadi teroris zaman sekarang.
Sesuai SOP, saya harus menjatuhkan kartu identitas di dekat lokasi kejadian. Tapi kalian tau gak guys, berapa banyak kartu yang harus saya jatuhkan? Banyak guys. Capek bawanya. Gak cukup satu dompet. Lebih beratan kartu-kartu itu daripada bom yang saya bawa.
Jadi guys, saya cuma mau pesen buat generasi sekarang. Berhentilah menjadi teroris. Ketika kalian dapat tugas melakukan operasi pengeboman, kalian bakal makan hati dengan kartu-kartu identitas yang harus dibawa. Capek.
Segitu aja dari saya guys. I hope to see you on my next video!”
Inspektur Vijay menitikkan air mata. “Luar biasa menyentuhnya pesan teroris ini. Dia membawa pesan yang positif kepada anak muda. Baiklah. Mari kita siapkan konferensi pers!”
“Lapor komandan. Saya menemukan kartu yang lain…” seorang ajudan datang lagi.