RSS

Monthly Archives: October 2020

Mumi Mesir dan Surat Ghofir

Apakah Anda membaca berita penemuan peti mati di Mesir yang berusia 2.500 tahun baru-baru ini? Harusnya tulisan ini serius. Tapi sebelum membahas penemuan itu, mohon izin untuk menyelipkan sebuah cerita humor (tentu saja fiksi) yang punya korelasi dengan tema.

Para ahli sejarah meneliti peninggalan zaman purba di tiga negara: Inggris, Jepang, dan Indonesia. Penggalian dilakukan. Dan pada kedalaman 200 meter para peneliti menemukan tembaga di sebuah daerah di Inggris. Lalu disimpulkan bahwa sejak 10.000 tahun lalu masyarakat Inggris sudah menggunakan kawat tembaga untuk berkomunikasi.

Di Jepang, pada kedalaman 500 meter ditemukan serpihan kaca yang disimpulkan bahwa sejak 10.000 tahun lalu masyarakat Jepang sudah menggunakan teknologi fiber optic.

Berbeda dengan di Indonesia, sudah 1000 meter lebih kedalaman digali namun tak ditemukan suatu hal yang menarik. Kesimpulan diambil, bahwa masyarakat Nusantara sudah menggunakan teknologi wireless (tanpa kabel) sejak 10.000 tahun lalu.

Kembali ke dunia nyata, baru-baru ini di awal Oktober 2020 di Mesir ditemukan 59 peti mati kuno yang terawetkan yang telah terkubur sejak 2.500 tahun lalu. Melanjutkan penemuan 14 peti mati pada awal September sebelumnya.

Arkeolog mendapat banyak limpahan peninggalan kebudayaan kuno di Mesir. Dari bangunan hingga teknologi pengawetan mayat. Bahkan jasad Fir’aun yang didakwahi Musa a.s. pun disinyalir telah ditemukan.

Piramida yang menjulang tinggi, hieroglif atau aksara Mesir yang terukir di bangunan-bangunan yang masih berdiri, makam para raja/Fir’aun, mumi, Sphinx dan patung-patung, menyisakan jejak adanya peradaban maju dua-tiga millenium yang lalu.

Dan peninggalan-peninggalan itulah yang disinggung Allah swt dalam Al-Qur’an surat Ghafir dua kali.

Pertama dalam ayat ke-21.

“Dan apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di bumi, lalu memperhatikan bagaimana kesudahan orang-orang yang sebelum mereka? Orang-orang itu lebih hebat kekuatannya daripada mereka dan (lebih banyak) peninggalan-peninggalan (peradaban)nya di bumi, tetapi Allah mengazab mereka karena dosa-dosanya. Dan tidak akan ada sesuatu pun yang melindungi mereka dari (azab) Allah.”

Dan yang kedua, ayat ke-82

“Maka apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di bumi, lalu mereka memperhatikan bagaimana kesudahan orang-orang yang sebelum mereka. Mereka itu lebih banyak dan lebih hebat kekuatannya serta (lebih banyak) peninggalan-peninggalan peradabannya di bumi, maka apa yang mereka usahakan itu tidak dapat menolong mereka.$

Kedua ayat tersebut tentu Allah sengaja letakkan di sebuah surat yang membahas 20 ayat (dari ayat ke-23 sampai ke-42) tentang dakwah tauhid di Mesir. Yang juga menarik dalam penggalan kisah di surat tersebut, sebagai tokoh utama adalah seorang pemuda dari keluarga Fir’aun yang menyembunyikan keimanannya lalu berusaha mengajak kaumnya beriman atas apa yang disampaikan Musa a.s.. Pemuda itu juga menggunakan pengaruhnya untuk menggagalkan pembunuhan kepada Rasulullah.

Ayat ke-21 di atas didahulukan untuk membuka cerita dakwah di Mesir, di kerajaan yang hingga kini dunia modern masih menemukan peninggalan-peninggalannya yang menakjubkan. Lalu ayat ke-82 diulang lagi dengan redaksi yang hampir serupa sebelum surat Ghafir itu berakhir untuk menjaga fokus pelajaran kepada pembacanya.

Bisa dipahami bila Allah gunakan redaksi “mereka lebih hebat” dalam dua ayat tadi ketika yang diajak bicara adalah orang-orang Quraisy yang tak mampu membuat bangunan seperti Piramida. Lalu bagaimana dengan jaman sekarang ketika gedung-gedung pencakar langit menjulang tinggi dan teknologi komunikasi sudah begitu canggih? Rasanya kita akan menganggap peradaban modern lebih hebat dari era Firaun.

Ya tetap saja, sehebat apapun peradaban itu bila penduduknya tidak beriman kepada Allah swt, maka sebuah ketentuan berlaku: adzab akan meluluhlantakkan apa yang ada di muka bumi.

Kecanggihan teknologi tak mampu menentang kuasa Allah. Makanya di awal surat Ghafir tertulis: “… Karena itu janganlah engkau (Muhammad) tertipu oleh keberhasilan usaha mereka di seluruh negeri.” (QS: 40: 4)

Sila sempatkan waktu setelah membaca tulisan ini untuk membuka kembali surat Ghafir – atau terkenal juga dengan nama surat Al-Mu’min yang merujuk pada pemuda beriman dari keluarga Fir’aun – lalu tadabburi sambil membayangkan suasana Mesir jaman dahulu yang bertebaran Sphrinx, bangunan Piramida menjulang tinggi, dan benda-benda lain yang bertahan di dunia modern ini, yang kemudian Allah sudahi peradaban itu karena kekafiran mereka.

Lalu ucapkan, shodaqallahul’ azhim.

 

Kepada Jabbarun ‘Anid tentang Ashhabul Ukhdud

Kuingatkan kepadamu Tuan, tentang kisah yang panjang bertajuk Ashhabul Ukhdud. Ada pemuda dan rakyat yang dikriminalisasi, diintimidasi, dan dipaksa membenarkan hal yang salah oleh seorang raja tiran. Rasulullah saw menuturkan cerita itu yang diriwayatkan oleh Imam Muslim. Kalau Tuan berkesempatan, sila sempatkan waktu membaca hadits itu lagi.

Kalau Tuan melakukan kriminalisasi kepada seorang penyeru di jalan Allah, Tuan bukan orang pertama. Yang lebih perkasa dari Tuan, yaitu seorang raja dalam kisah Ashhabul Ukhdud pernah melakukannya kepada seorang pemuda penegak tauhid. Tapi kriminalisasi itu tak berbuah apa-apa kecuali mendatangkan hidayah kepada banyak orang.

Tuan lihat, panah yang menancap di dahi pemuda itu, yang dilepaskan dengan mengucap “bismillahi robbi hadzal ghulam”, telah membuka mata orang banyak sehingga bisa melihat hal yang benar lantas mengikutinya.

Kalau Tuan ingin memamerkan kekejaman, seberapa sadis dibanding Raja Ashhabul Ukhdud? Ke dalam parit penuh api ia lemparkan semua rakyatnya yang beriman kepada Allah swt. Tapi kekejaman itu tak mengubah apa-apa kecuali wilayah tanpa rakyat yang bisa diperintah. Kuasa dia area yang kosong orang.

Tuan lihat, kekejaman tak bisa merampas kepercayaan. Hanya sekedar mengendalikan jasad kosong. Kuasa hampa tanpa kehormatan.

Kalau Tuan ingin memaksakan kebenaran, itu juga sudah dilakukan oleh Raja Ashhabul Ukhdud. Ia menuduh hoax atas pernyataan tentang adanya Tuhan selain dirinya. Lantas menghukum dengan keji orang yang berselisih paham dengannya.

Tapi Tuan lihat, nurani manusia akan menemukan kebenaran yang hakiki. Meski tangan besi membungkam mulutnya.

Tuan belum tentu segagah Raja Asshabul Ukhdud. Tapi bila Tuan berperilaku sama dengannya, berlakulah firman Allah ta’ala dalam surat Al-Buruj:

“Sungguh, orang-orang yang mendatangkan cobaan (bencana, membunuh, menyiksa, mengkriminalisasi, mengintimidasi) kepada orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan lalu mereka tidak bertobat, maka mereka akan mendapat azab Jahanam dan mereka akan mendapat azab (neraka) yang membakar.” (QS Al-Buruj: 10)

 

Sebuah Kisah Lain di Dunia Politik Negeri Ini

Bukankah politik itu identik dengan perebutan kekuasaan?

Benar, itu yang terjadi. Tapi harusnya bukan kepada teman seperjuangan yang satu tujuan, atau pembagian tugas yang bisa diselesaikan dengan musyawarah. Namun rebutlah dari pihak yang tak berpihak pada rakyat.

Bukanlah politik itu banyak trik bahkan tipu muslihat?

Benar. Tapi jangan pernah bermain intrik di tengah rekan seperjuangan. Yang berbagai masalah bisa dipecahkan dengan musyawarah. Tapi bermain intriklah menghadapi mereka yang culas menipu rakyat.

Bukanlah politik itu sikut menyikut orang sekitar?

Jangan lakukan itu di sekitar orang-orang tawadhu’. Tapi lakukanlah kepada yang ambisius dan penyikut rakyat demi membela cukong.

Bukankah dalam politik itu tak ada yang rela jabatannya dirampas?

Amanah itu menjadi beban berat di akhirat. Jangan diminta, kecuali musyawarah menunjuk dan menugaskan untuk memperjuangkan sebuah posisi. Jangan rela jabatan dirampas pengkhianat. Tapi legawalah bila rekan seperjuangan telah bersepakat.

Bukankah politik itu gaduh?

Gaduhlah meributkan setiap aturan yang meresahkan rakyat. Tapi di lingkungan yang tenang, yang terisi orang-orang tawadhu’, malulah untuk membuat kerusuhan.

Bukankah politik itu ambisius?

Jadikanlah kemenangan Islam atau syahid ambisi utama di dadamu. Ambisi jabatan boleh saja bila ada maslahat. Namun rambu utama, tetap musyawarah di atas ambisi pribadi.

Bukankah politik itu kejam?

Yang kejam adalah watak manusia yang mewarnai politik, ekonomi, atau kehidupan sosial. Hadirlah dengan ketulusan, lalu berpolitiklah, berekonomilah, dan bersosialisasilah! Tawarkan alternatif politik yang tak kejam, namun sejuk tanpa pertengkaran.

Masih adakah harapan kepada pemain politik?

Berharaplah hanya kepada Allah. Namun jangan ingkari, masih banyak orang baik yang berkiprah di berbagai bidang – termasuk politik – yang perlu kita dukung.

Masih bisakah politisi dijadikan teladan?

Silakan memalingkan muka, malu melihat kelakuan mereka. Tapi ijinkan saya bercerita.

Kemarin ada hajatan di sebuah entitas politik. Tentang pergantian kepemimpinan tingkat atas. Yang biasanya di partai lain diwarnai kegaduhan.

Tapi di sana tidak. Tak ada kemarahan, tak ada ambisi meletup tak terkendali, tak ada kisruh apa-apa.

Malah yang diberi amanah sempat menangis dan meminta diserahkan kepada yang lain saja.

Tiap 5 tahun biasa seperti itu. Orang-orang tawadhu berkumpul dan bermusyawarah membagi tugas. Pergantian pimpinan lancar tak ada perlawanan.

Dari pimpinan pusat sampai pimpinan ranting di tingkat kelurahan terbiasa dengan suasana begitu. Sering juga penunjukkan calon anggota dewan diwarnai saling tolak dan saling menyerahkan kepada yang dirasa lebih berhak.

Memang ada yang merasa tidak cocok dan akhirnya mental sendiri.

Itu terjadi di Partai Keadilan Sejahtera. Di internal mereka ada budaya malu perlihatkan nafsu.

Tapi di eksternal, kepada para pesaing politik, mereka siap berebut kuasa untuk berlomba melayani masyarakat dan membenahi birokrasi.

Itu kisah yang bisa saya ceritakan kepada Anda. Tentang tabiat lain di dunia politik yang biasanya kejam, ambisius, sikut-sikutan, dan penuh kegaduhan, ada alternatifnya di negeri ini. Semoga sedikit memudarkan rasa apatis Anda.

 
Leave a comment

Posted by on October 6, 2020 in Artikel Umum