اَللَّهُمَّ إنِّيْ أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا وَرِزْقًا طَيِّبًا وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً
Ya Allah, aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rizki yang halal, dan amal yang diterima.” (HR Ibnu Majah, Ahmad)
Seorang muslim sadar orientasi hidupnya adalah akhirat. Sementara itu ia hanya dibekali waktu yang sedikit untuk memupuk amal sholeh sebanyak-banyaknya.
Andai rerata hidup manusia 63 tahun, berapakah waktu efektifnya untuk beramal sholeh? Usia itu belum dikurangi waktu tidur dan aktivitas duniawi. Atau kalau mau dihitung dari waktu sholat wajibnya yang lima kali dalam sehari, hanya terkumpul 1 jam 15 menit sehari (kalau rerata sekali sholat beserta dzikir adalah 15 menit). Lalu bagaimana bila waktu beribadah itu dikurangi oleh perbuatan-perbuatan maksiat yang sadar tak sadar kita lakukan?
Karena itu penting agar hidup yang kita jalani ini efektif dalam kebaikan. Rasulullah saw memberi contoh. Dalam sebuah doa, ia saw meminta kehidupan yang efektif.
Ilmu Yang Bermanfaat/Pengetahuan Yang Aplikatif
Volume otak yang terpakai memang jauh lebih kecil dari kapasitasnya. Tapi ini bukan tentang otak kita yang mampu menyimpan banyak ilmu, tetapi tentang efektifitas waktu mempelajari sebuah ilmu.
Saat akses internet ada dalam genggaman, dan berbagai ilmu tersingkap melalui mesin pencari, tetap saja butuh waktu untuk mempelajari sebuah ilmu. Lalu bila waktu yang terpakai habis untuk mempelajari ilmu yang menjerumuskan pada kesyirikan, misalnya mempelajari ilmu ramalan bintang, shio, dll, betapa tidak efektifnya hidup kita.
Efektifitas hidup ada pada penguasaan pengetahuan yang applicable dalam hidup. Seorang anak mengoleksi berpuluh-puluh komik, seberapa banyak manfaat yang ia peroleh? Kalau sekedar memperoleh pesan cerita, ia bisa mendalami sejarah perjuangan para sahabat Rasulullah yang harum yang begitu tebal dengan pesan kehidupan.
Seorang satpam mempelajari bahasa pemrograman karena hobi. Ia mengoleksi buku-buku pemrograman komputer. Kalau dari ilmu itu ia bisa menambah pemasukan karena pekerjaan samping sebagai programmer, tentu bermanfaat sekali ilmunya. Tetapi kalau sekedar hobi dan tak ada input yang didapat, sayang sekali waktunya.
Seseorang penikmat sepakbola gemar membaca analisa sebuah pertandingan, mengamati perkembangan seorang pemain dan klub, mengikuti bursa transfer, tetapi pada akhirnya apa yang ia baca tak banyak manfaat dalam hidupnya. Hanya sekedar hobi. Tentu sayang sekali waktu yang habis mendalami dunia sepakbola.
Inilah yang diminta Rasulullah saw, agar tidak sibuk dalam menggali pengetahuan yang tidak ada manfaat apa-apa dalam hidup. Hanya sekedar menghadirkan keasyikan duniawi. Ia saw juga berdoa:
“Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak khusyu’, dari nafsu yang tidak pernah kenyang, dan dari doa yang tidak dikabulkan.”(HR Muslim)
Rezeki/Capaian Yang Baik
Apa yang diperoleh dari harta korupsi adalah rezeki seorang koruptor. Tetapi baikkah rezeki itu? Tentu kita sepakat, itu bukan rezeki yang baik. Rasulullah memohon agar hidupnya efektif melalui rezeki yang baik.
Harta koruptor berpotensi menyeretnya ke pengadilan suatu saat. Jabatan yang diraih dari menjilat atasan dan menyikut teman sejawat hanya menambah musuh dan pembenci. Itulah rezeki yang buruk.
Rezeki yang baik ditandai dari cara memperoleh dan pemanfaatannya yang juga baik. Rezeki yang diperoleh secara halal, tetapi dimanfaatkan untuk jalan maksiat, tetap saja membuat masalah di akhirat kelak.
Amalan Yang Diterima Oleh Allah swt/Aktivitas Yang Efektif
Dan poin terakhir yang diminta oleh Rasulullah untuk mendapatkan hidup yang efektif adalah amal yang diterima oleh Allah swt.
Dalam sehari, hanya sedikit waktu yang kita alokasikan untuk ibadah mahdhoh. Aktivitas lain seperti bekerja, tidur, makan, dll bisa bernilai ibadah kalau kita niatkan untuk ibadah. Jangan biarkan aktivitas-aktivitas mubah itu sia-sia tanpa diniati untuk ibadah kepada Allah swt.
Dan upayakan sebisa mungkin agar amal sholeh yang kita lakukan berkualitas agar diterima oleh Allah swt. Rasulullah saw pernah mewanti-wanti umatnya,
“Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga.” (HR. Ath Thabrani)
Begitu juga banyak yang tidak mendapatkan apa-apa dari sholatnya kecuali letih. Ini karena ia mengabaikan ikhlas dan kekhusyukan dalam sholat. Sayang sekali, amalnya tidak efektif untuk menjaganya di akhirat.