RSS

Monthly Archives: June 2019

Dicari, Pejuang Bernafas Panjang Tak Surut Nyali

Ujung dari pertarungan antara haq dan bathil ada di akhirat nanti, ketika neraka dinyalakan dan surga didekatkan kepada orang bertaqwa.

Tak pernah pertarungan itu berakhir dalam satu peperangan. Sepanjang linimasa kehidupan, dan di sepenuh penjuru dunia, pertikaian demi pertikaian terjadi dengan berbagai bentuknya. Setelah selesai sebuah bentrokan, akan disusul lagi bentrokan lain tak lama kemudian. Yang kadang dimenangkan al haq, kadang al bathil di atas angin.

”Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itupun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim.” (QS Ali Imran:p 140)

Pergiliran kejayaan itu menyeleksi. Menggugurkan banyak jiwa dari jalan terjal ke-istiqomah-an. Menyisakan petarung bernafas panjang, yang nyalinya tak redup oleh berbagai keadaan.

“Dan betapa banyak nabi yang berperang didampingi sejumlah besar dari pengikut(nya) yang bertakwa. Mereka tidak (menjadi) lemah karena bencana yang menimpanya di jalan Allah, tidak patah semangat dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Dan Allah mencintai orang-orang yang sabar.

Dan tidak lain ucapan mereka hanyalah doa, “Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebihan (dalam) urusan kami dan tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir.” (QS Al Imran: 146-147)

Kemenangan menghadirkan euforia. Tapi bersamaan dengan itu, ada jebakan ketidakwaspadaan. Bila kekalahan menyusul giliran, akan terpental lah mental yang lemah, yang hanya ingin rasakan kemenangan dalam perjuangan.

Allah gelar pertempuran al haq dan bathil bukan untuk menguji hamba-Nya apakah bisa selalu menang. Tapi ingin melihat siapa yang paling kuat kesabarannya berpegang teguh pada kebenaran.

“Dan janganlah kamu (merasa) lemah, dan jangan (pula) bersedih hati, sebab kamu paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang beriman.” (QS Ali Imran: 139)

Maka nikmatilah episode demi episode dalam pertarungan ini. Selama membersamai barisan al haq, tak ada alasan untuk lemah dan bersedih hati. Soal pertolongan Allah, Ia Azza wa Jalla tak kan lalai akan hal itu.

“…Dan merupakan hak Kami untuk menolong orang-orang yang beriman.” (QS Ar-Rum: 47)

Wahai kamu yang tertunduk, tegakkan kepalamu. Wahai kamu yang terjatuh, bangunlah dengan gagah. Tak ada alasan untuk putus asa kepada Allah swt.

Bersama kesulitan, ada kemudahan. Setelah kekalahan, ada giliran kemenangan. Asal jangan putus asa.

Dan bila tiba saatnya kau mendapat kemenangan, jangan dongakkan kepala.

“Allah-lah yang mengirimkan angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang Dia kehendaki, dan menjadikannya bergumpal-gumpal, lalu engkau lihat hujan keluar dari celah-celahnya, maka apabila Dia menurunkannya kepada hamba-hamba-Nya yang Dia kehendaki tiba-tiba mereka bergembira.

Padahal sebelum hujan diturunkan kepada mereka, mereka benar-benar telah berputus asa.” (QS Ar-Rum: 48-49)

 

Beritahu Mereka, Islam Sesuai dengan Fitrah Manusia!

Dalam video-video youtube tentang kisah perjalanan menjadi mualaf, terungkap bahwa kebanyakan mereka dulunya berpandangan negatif terhadap Islam. Bahwa muslim itu teroris, agamanya mengajarkan kekerasan, dsb. Citra begitu didapat dari agitasi media.

Hingga Allah merancang suatu kejadian dan akhirnya mereka tahu bahwa Islam memuat ajaran yang lurus, yang sesuai dengan jiwa fitrah umat manusia yang menyukai kebaikan. Tak seperti yang ditonton, dibaca, atau didengar selama ini.

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS Ar-Rum: 30)

Akhir ayat di atas memuat pelajaran, tanpa konten keji media pun banyak manusia yang tidak tahu bahwa Islam adalah agama yang cocok dengan jiwa mereka. Ajaran Islam tak mengekang naluri dasar manusia dalam melampiaskan nafsu, hanya mengaturnya agar tidak terdominasi syahwat. Dan dalam kebutuhan ruhani untuk menyembah sesuatu Yang Agung, Islam memperkenalkan Tuhan dengan deskripsi yang sangat bisa diterima.

Hanya saja, manusia kebanyakan tidak tahu. Bisa karena tertutup info yang salah, atau tak sampai dakwah kepadanya.

Padahal bila sudah mengenal Islam, sekalipun ia orang yang kritis dan kuat logikanya, ia akan menerima Islam sebagai agama yang benar. Justru semakin rasio dipakai, semakin kuat Islam menancap.

Tapi ada satu hal lagi syarat menerima Islam. Yaitu hati yang jujur dan mau pasrah terhadap kebenaran yang telah tersingkap. Jangan seperti kaum Tsamud.

“Dan adapun kaum Tsamud, mereka telah Kami beri petunjuk tetapi mereka lebih menyukai kebutaan (kesesatan) daripada petunjuk itu…” (QS Fussilat: 17)

Karena itu, tugas kita lah untuk menyingkap kabut tebal kesamaran akan ajaran Islam. Dalam sikap, hingga melalui media sosial, apa pun sarana itu harus menjadi informasi bagi orang lain tentang hanifnya agama ini.

Bila kita telah menghantarkan hidayah, selanjutnya urusan mereka dengan kejujuran hatinya. Tapi jangan sampai ada orang dekat kita yang tidak tahu bahwa Islam sesuai dengan fitrah mereka.

Yang terjadi pada akhina Deddy Corbuzier, Allah swt telah mengantarkan tamu-tamu yang memerantarai hidayah kepadanya dalam acara Hitam Putih. Ketika masyarakat meributkan kata kafir, ia undang ustadz untuk memberi penjelasan. Sempat juga hadir di acaranya penghafal Qur’an cilik yang membuatnya terpukau.

Deddy seorang rasional. Dan ketajaman logikanya bertemu ajaran Islam yang selaras dengan fitrah manusia. Fitrah untuk mengibadahi Dzat Yang Maha Agung, juga menjalankan ajaran yang penuh kebaikan yang disenangi jiwa yang tidak mengekang naluri manusiawi.

Jadilah ia yang dikecualikan dari akhir Ar Ruum ayat 30. Ia sudah tahu bahwa Islam itu hanif dan sesuai fitrah. Hatinya yang jujur pun mengantarkannya bersyahadat pada Jumat 21 Juni 2019 kemarin di Pesantren Ora Aji, Yogyakarta.

Barokallah, semoga istiqomah akh Deddy.

 

Minang dan Simbol Segitiga

Surau-surau (masjid) kuno di ranah Minang banyak yang masih berdiri sampai sekarang. Usianya bahkan ada yang 500-an tahun. Seperti Surau Sicincin di Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat.

Bentuk bangunan-bangunan itu khas: atap berbentuk limas yang terbuat dari ijuk. Kalau ingat pelajaran matematika dari SD, tentu tahu bahwa limas itu sisi-sisinya berbentuk segitiga. Dan bentuk atap itu identik juga dengan Piramida di Mesir.

Tapi di luar bentuknya yang beratap limas/sisi segitiga, surau di Minangkabau memiliki konsep pendidikan yang baik untuk pemuda & anak-anak minang. Dikenal dengan sistem surau, di mana anak-anak belajar mengaji di sore hari, dilanjutkan dengan berlatih silat malam harinya, dan tidur pun di rumah Allah itu.

Yang paling prioritas buat umat Islam adalah mendiskusikan sitem yang baik dalam memakmurkan masjid. Agar dari sana tercetak jamaah dan generasi yang siap menjalankan Islam dengan kaffah.

Bangunan fisik masjid perlu juga dirawat dengan baik agar jamaah nyaman berada di dalamnya. Karpetnya yang nyaman, ruangan yang tidak pengap dan gerah, sound system yang baik. Tentu, segala simbol kemusyrikan harus dienyahkan di dalamnya, tapi bukan dengan sibuk mengorek-ngorek dan mengait-ngaitkan ornamen masjid dengan simbol kemusyrikan.

Al ‘umuru bi maqasidiha, setiap perkara tergantung dari niatnya. Begitu kata ulama merumuskan kaidah fiqh. Maka kita tidak perlu repot menggugat tiang listrik atau tiang jemuran yang berbentuk salib, seperti lambang Agama Kristen. Bentuk seperti itu sesuai kebutuhan.

Tak hanya surau, rumah adat Minangkabau juga unik dengan beberapa gonjong yang berbentuk tanduk pada atapnya. Kalau ditarik garis, bisa tergambar segitiga dari gonjong itu. Bahkan tanduk pun bisa mengingatkan pada lambang paganisme. Entah Baphomet, atau pentagram, tergantung bagaimana melihatnya.

Tapi adat Minangkabau punya slogan yang justru berlawanan dengan kehidupan pagan. Yaitu, adaik basandi syara’, syara’ basandi kitabullah. Adat bersendi syariat, dan syariat bersendi kitabullah. Artinya, walaupun rumahnya begitu, tapi orang Minang disiplin mengamalkan Islam. Sehingga lahir dari sana sosok ulama seperti Syeikh Khatib Al Minangkabawi, Haji Rasul, Buya Hamka, Agus Salim, dll.

Bahkan kemarin ini ada yang menjuluki orang Minang “garis keras” dalam hal agama. Walau pun atap rumah adatnya begitu.

Yang paling prioritas buat umat Islam adalah menciptakan kehidupan sosial yang lekat dengan nilai-nilai agama. Agar lahir bangsa yang baldatun thoyyibatun wa rabbun ghafur.

Begitu banyak orang-orang pagan dan musyrik membuat simbol. Dari yang rumit, hingga sederhana dan mudah ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga tidak mungkin kita bisa menghindari seratus persen hal-hal begitu.

Lebih penting bagi umat Islam adalah memikirkan substansi. “Al-Ibratu bil musammayat la bil asma,” kata ulama Fiqh merumuskan sebuah kaidah yang berarti sebuah perkara dinilai dari hakikatnya, bukan dari penamaannya. Diambil pelajaran dari situ, bahwa porsi perhatian umat jangan sampai lebih besar pada cover dibanding substansi.

Jadi, begitulah hadirin yang berbahagia. Mari memikirkan hal yang lebih penting.

 
Leave a comment

Posted by on June 11, 2019 in Artikel Umum

 

Ia yang Berhak Mendapat Pujian Setelah Ramadhan

Yang tak boleh terlupa pada suasana hangatnya lebaran adalah mengapresiasi si kecil yang telah menyelesaikan puasa Ramadhannya. Sebuah ucapan yang membesarkan hati, jabat tangan, bahkan pelukan dan ciuman akan memberi kesan yang mendalam dalam jiwanya.

Sisihkan waktu bersamanya. Lalu ajari ia bermuhasabah. Tanyakan berapa hari ia mampu berpuasa penuh. Jangan lupa pancarkan binar pada mata saat mendengar laporannya. Kemudian gali pula amalan apa yang telah dilakukan mengisi Ramadhan. Apa yang paling berkesan dalam sebulan kemarin. Dan jadilah motivator ulung yang menyemangatinya untuk berbuat lebih baik lagi.

Evaluasi pula apa yang perlu diperbaiki untuk Ramadhan tahun depan. Nyalakan kamera, rekam apa capaian kali ini dan resolusi untuk nanti. Agar saat memasuki bulan suci berikutnya, terkenang kesuskesan yang pernah ditoreh dan jelas apa yang perlu ditingkatkan.

Menyelesaikan puasa Ramadhan adalah sebuah prestasi yang patut diapresiasi. Ketika bertemu saudara dan handai taulan, di hadapan si kecil ceritakan apa capaiannya. Agar pujian juga datang dari mereka.

Oh, jangan khawatir dengan riya’. Ada masa ia perlu dibangkitkan kepercayaan dirinya. Kelak ketika akalnya matang dan telah tertanam rasa percaya diri yang kuat, baru ajari tentang keikhlasan. Amalan hati dan penyucian jiwa adalah bab yang rumit, yang baru bisa disampaikan kepada orang yang telah mampu menilai baik dan buruk.

Satu hal yang paling penting. Dalam mengevaluasi capaiannya, jangan banding-bandingkan dengan anak yang lain. Jangan keceplosan bilang, “kok kamu cuma dapet 25 hari? Temen kamu bisa sebulan penuh.” Hal seperti ini sangat berbahaya bagi masa memupuk kepercayaan diri.

Kalau mau, bandingkan saja dengan dirinya sendiri di tahun lalu. Sehingga ia belajar untuk meningkatkan diri menjadi lebih baik, bukan belajar menyaingi sebayanya. Khawatir itu akan memperkenalkan ia pada rasa dengki. Senang melihat orang susah, dan susah melihat orang senang.

Selamat mengapresiasi si kecil!!!