RSS

Monthly Archives: January 2016

Jokowi dan Rasa Cintanya

Jangan pernah meremehkan rasa cinta atau mencemooh rasa cinta yang dimiliki oleh orang lain, selama cinta itu bukan dalam jalan kemaksiatan. Termasuk rasa sayang kepada hewan. Justru seorang muslim harus menjadi rahmat bagi semesta alam.

Rasulullah saw menceritakan kisah kebaikan seorang lelaki.

Ketika tengah berjalan, seorang laki-laki mengalami kehausan yang sangat. Dia turun ke suatu sumur dan meminum darinya. Tatkala ia keluar tiba-tiba ia melihat seeokor anjing yang sedang kehausan sehingga menjulurkan lidahnya menjilat-jilat tanah yang basah. Orang itu berkata: “Sungguh anjing ini telah tertimpa (dahaga) seperti yang telah menimpaku.” Ia (turun lagi ke sumur) untuk memenuhi sepatu kulitnya (dengan air) kemudian memegang sepatu itu dengan mulutnya lalu naik dan memberi minum anjing tersebut. Maka Allah berterima kasih terhadap perbuatannya dan memberikan ampunan kepadanya.” Para sahabat bertanya: “Wahai Rasullulah, apakah kita mendapat pahala (bila berbuat baik) pada binatang?” Beliau bersabda: “Pada setiap yang memiliki hati yang basah maka ada pahala.” (HR. Bukhari Muslim)

Hati yang basah… Tentu maksudnya adalah basah dengan rasa cinta kepada makhluk Allah swt. Sementara mereka yang menyepelekan rasa cinta bahkan meremehkan pemilik rasa cinta itu, entah bagaimana keringnya hati mereka.

“Seorang wanita disiksa karena kucing yang dikurungnya sampai mati. Dengan sebab itu dia masuk ke neraka, (dimana) dia tidak memberinya makanan dan minuman ketika mengurungnya, dan dia tidak pula melepaskannya sehingga dia bisa memakan serangga yang ada di bumi.” (HR Bukhari Muslim)

Maka selama seseorang memelihara binatang, memperlakukannya dengan baik, menyayanginya tanpa ada niat syirik kepada Allah swt, orang tersebut adalah terpuji. Jangan cela perilaku orang itu meski kita membencinya.

Termasuk Presiden RI, Jokowi. Kemarin ini beliau melepas 190 burung yang diborongnya dari Pasar Pramuka. Terlepas pro kontra masalah konservasi hewan, tindakan itu tentu terpuji. Selain burung, Jokowi juga melepas 150 ekor katak di pinggir kolam Istana Bogor. Kebetulan ketika itu ia menemukan seekor biawak terjebak di kotak saringan air, beliau lepaskan juga.

Tindakan itu terpuji. Sebagaimana kisah yang Rasulullah ceritakan, Allah swt tentu berterima kasih atas perilaku seperti itu.

Sebagai rakyat, tentu kita doakan semoga Pak Jokowi mendapat pahala dari Allah swt.

Hanya saja, ada yang lebih punya prioritas untuk disayangi. Sebagaimana amanat UUD 1945 Pasal 34 ayat 1, “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”.

Sayang, di tengah ekspresi Presiden mencintai hewan, kita dengar berita bertambahnya rakyat miskin sebanyak 780 ribu selama setahun. Banyak analisa mengatakan bahwa hal ini akibat harga BBM yang naik. Semenjak kepemimpinan presiden Jokowi, harga premium dirasa telah dibiarkan mengikuti harga pasar dunia.

Pak Jokowi, rakyat miskin Indonesia lebih berhak mendapat rasa sayang bapak daripada katak.

 
Leave a comment

Posted by on January 10, 2016 in Orat Oret

 

Kader PKS Tak Perlu Hate Speech

Sejatinya normatif saja pernyataan Presiden PKS M Sohibul Iman di hadapan wartawan, saat ditanya tentang hate speech, usai bertemu Presiden RI Joko Widodo 21 Desember 2015 kemarin. “Mengkritik silakan, tapi jangan sampai hate speech!” ujarnya.

Tidak ada yang dituduh melakukan hate speech dalam pernyataan itu. Tidak ada yang sedang dihakimi. Sehingga tidak perlu ada kader PKS merasa tersinggung dengan pernyataan normatif tersebut.

Justru ucapan itu adalah keniscayaan karena PKS terlanjur mendeklarasikan sebagai partai dakwah. Kader PKS yang rutin mendapatkan pembinaan keislaman tiap pekan tentu sangat akrab dengan ayat Alquran berikut.

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (An-Nahl: 125)

Dakwah Tidak Berupa Hate Speech

Hate speech diartikan dalam bahasa Indonesia sebagai “ujaran kebencian”. Merujuk kepada Oxford Dictionary (kamus yang dikeluarkan oleh Universitas Oxford), definisi hate speech adalah, “Speech expressing hatred or intolerance of other social groups, especially on the basis of race or sexuality; hostile verbal abuse (though the term is sometimes understood to encompass written and non-verbal forms of expression).” Terjemahan kasarnya: Ucapan yang mengekspresikan kebencian atau intoleransi dari suatu kelompok sosial, terutama berdasarkan ras atau seksualitas, pernyataan permusuhan dan pelecehan (dalam bentuk verbal maupun non-verbal)

Dalam Surat Edaran Kepala Polri Nomor SE/06/X/2015 tertanggal 8 Oktober 2015, kategori yang termasuk ujaran kebencian dijabarkan dalam bentuk penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan tidak menyenangkan, memprovokasi, menghasut dan penyebaran berita bohong.

Melihat batasan ujaran kebencian di atas, memang tidak sepantasnya dakwah dilakukan dengan ekspresi hate speech. Ungkapan berikut ini mustinya akrab di telinga PKS yang mempelajari fiqih dakwah, “Dakwah itu mengajak, bukan mengejek; membina, bukan menghina; memberi nasihat, bukan menghujat; menyatukan, bukan bermusuhan; merangkul, bukan memukul; mengajar, bukan menghajar; menyantuni, bukan mencaci, mencintai, bukan membenci.”

Memang ada kalanya seorang muslim dituntut berbicara lantang terhadap kemunkaran yang ada di depan matanya, sebagai opsi kedua bila mana ia tak mampu memberhentikan kemungkaran itu. “Barang siapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, hendaklah dia merubahnya dengan tangannya. Apabila tidak mampu maka hendaknya dengan lisannya. Dan apabila tidak mampu lagi maka dengan hatinya, sesungguhnya itulah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim)

Namun kalimat yang diucapkan tidak boleh keluar dari kerangka dakwah. Istilah yang digunakan Allah swt dalam Alquran untuk menghadapi tindak kemungkaran adalah “Qaulan Baligha”, atau perkataan yang membekas jiwa.

“Mereka itu adalah orang-orang yang (sesungguhnya) Allah mengetahui apa yang ada di dalam hatinya. Karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka nasihat, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang membekas pada jiwanya. (Qaulan baligha)” (An-Nisaa’:63)

Qaulan baligha adalah retorika pas yang mengena ke dalam hati, yang argumentatif, rasional, substantif, dan punya “deterrent effect”. Bukan kata-kata caci maki, hinaan, bahkan fitnah. Kata-kata begitu tak kan membekas ke dalam jiwanya. Yang ada malah sakit hati bila yang mendengarnya – dalam istilah anak muda sekarang – baper (bawa perasaan).

Memang, perilaku hate speech ini terlihat dilakukan juga oleh pendukung partai lain dan di setiap lapisan masyarakat. Tetapi bersyukurlah PKS punya presiden partai yang menjalankan perintah agama untuk saling menasihati. “Agama itu nasihat.” Dan PKS yang telah menyatakan sebagai partai dakwah, memang harus tampil menjadi teladan dengan tidak ikut-ikutan perbuatan buruk yang menggejala di masyarakat. Justru merekalah yang harusnya kencang mencegah hate speech.

Beroposisi Tanpa Hate Speech

Presiden PKS telah menegaskan posisi partainya sebagai oposisi loyal. Sikap ini tentu akan diikuti oleh kader-kadernya, dengan menunjukkan sikap berseberangan dengan pemerintah.

Dalam demokrasi, pihak oposisi berperan menjadi penyeimbang dan pengontrol atas kebijakan-kebijakan pemerintah. PKS, selain menjadi oposisi, juga menegaskan sikap loyal atas kepentingan bangsa. Bila kebijakan pemerintah memang baik bagi bangsa, tentu PKS akan mendukungnya. Jadi tak semata oposisi buta.

“Apakah kami dukung pemerintah? Jelas kalau pemerintah punya program baik ya kami dukung. Karena kita beda posisi makanya bisa saling melengkapi,” terang Sohibul Iman usai bertemu Presiden Jokowi, seperti dikutip media.

Merujuk kiprah PKS masa lalu, memang partai ini tak mengenal sikap mendukung buta atau menolak buta. Saat menjadi bagian dalam koalisi pemerintah saat kepemimpinan SBY pun PKS pernah menyatakan ketidaksetujuan atas kebijakan yang diambil pemerintah, misalnya soal kenaikan BBM. Sebaliknya, PKS pernah mendukung kebijakan pemerintahan Jokowi seperti keputusan mantan Menteri Perdagangan, Rahmat Gobel terkait larangan peredaran minuman keras di mini market.

Sikap beroposisi bagi kader PKS tak boleh melepaskan sikap loyal kepada maslahat bangsa. Yaitu, selain tidak dengan beroposisi buta memprotes semua kebijakan pemerintahan, juga dengan tidak mengekspresikan hate speech. Karena perbuatan itu bukan teladan yang baik buat bangsa ini dan bisa menyebabkan permusuhan. Sikap beroposisi yang loyal dengan maslahat bangsa adalah oposisi yang elegan yang menyampaikan kritik dengan baik.

Apa yang diharapkan oleh masyarakat dari oposisi adalah kritik, gagasan alternatif, dan solusi yang masuk akal. Kalau memang tak setuju dengan sebuah kebijakan, ajukan alasan dan alternatif. Nyatakan dengan baik. Dan bersiap mempertahankan argumentasi dengan bijak bila pendukung pemerintah memberi bantahan.

Rasanya, kalau itu dijalankan, maka kader PKS akan diakui kapasitasnya sekaligus menghempaskan keraguan atas partai Islam yang hanya paham soal agama saja.

Sebenarnya masyarakat juga merasakan banyak ketidaknyamanan semenjak pemerintahan Jokowi berlangsung. Harga-harga melambung tinggi, daya beli turun, utang luar negeri membengkak, dan sebagainya. Kondisi begini bisa membuat masyarakat mendukung oposisi. Itu kalau pihak oposisi memang tampil elegan. Tetapi kalau oposisinya ber-hate speech, simpati masyarakat malah bisa-bisa hilang.

Dimuat di dakwatuna

 
Leave a comment

Posted by on January 9, 2016 in Artikel Umum

 

Darurat Kecerdasan Literasi Bagi Kader PKS

Tanggal 10 Agustus lalu M Sohibul Iman resmi dilantik menjadi Presiden PKS. Bila ia mengemban tugas pembenahan secara holistik atas kondisi internal partai, maka salah satu hal yang harus dibenahi itu mirip sekali dengan cuitannya di media sosial twitter, dua hari sebelum ia dilantik.

Pada tanggal 8 Agustus, melalui akun twitternya @msi_sohibuliman ia mengeluhkan ekses melimpahnya informasi yang membuat “kita” (ia gunakan kata kita sebagai ajakan introspeksi) mudah menyebarkan informasi sampah yang disertai cacian.

“Melimpahnya informasi kadang bikin kita menjadi seperti orang bodoh. Dengan mudah kita share info-info sampah, bahkan dengan info-info itu kita tebar caci dan fitnah. Boleh jadi ini paradok paling heboh di era medsos: makin melimpah informasi bukan makin bijak dan penuh hikmah tapi makin ceroboh dan tebar fitnah,” begitu tulisnya.

“Pada kasus ekstrim, ceroboh dan fitnah bisa timbulkan irreversible damage (kerusakan yang tak dapat dipulihkan). Itu kerugian besar. Petaka bagi semua,” imbuhnya lagi.

Mungkin Sohibul Iman mendapati kenyataan ini setelah melihat kondisi sekitarnya di media sosial. Dan sebagai seorang petinggi PKS, bisa ditebak ia dikelilingi oleh kader-kader PKS, baik di dunia nyata maupun di dunia maya. Memang kenyataannya, beberapa kejadian menunjukkan adanya darurat literasi bagi kader PKS. Kasus yang terbaru adalah tersebarnya di kalangan pendukung PKS sebuah tulisan hoax yang menuduh korban penembakan Paris adalah boneka, bukan jasad manusia.

Pabrikasi Isu dan Jebakan

Begitu melimpah bahan untuk dibaca oleh kader partai yang memang terkenal punya hobi membaca. Seorang penulis bernama Erwyn Kurniawan pernah bercerita tentang sosok penjual buku yang selalu mengeluh dagangannya tak begitu laku bila ia jajakan di tengah acara partai. Lantas ada yang menyarankan agar dagangannya itu dijajakan pada acara PKS – sesuatu yang belum pernah dicoba pedagang buku tersebut. Ternyata benar, di acara PKS lah ia bisa mengipas-ngipas lembaran uang dengan penuh senyum.

Itu baru terhadap buku yang untuk memperolehnya harus mengeluarkan uang. Bagaimana lagi bila bahan bacaan itu gratis didapat melalui internet via jejaring sosial, atau aplikasi chatting semisal Whatsapp atau BBM? Kader PKS menikmati benar limpahan informasi ini.

Keluhan Sohibul Iman tadi tentang tabiat manusia di era melimpahnya informasi, berlaku juga buat kader PKS. Puncaknya adalah pada perhelatan pilpres yang lalu. Begitu banyak informasi simpang siur yang sesungguhnya tak layak sebar. Isu Jokowi keturunan Cina, misalnya, sempat dimakan oleh beberapa pendukung PKS di media sosial. Padahal saya dengar langsung dari pengurus PKS di Jawa Tengah bahwa isu itu bohong. Jokowi keturunan Jawa asli.

Sebuah web online punya kontribusi besar dalam penyebaran isu ini. Padahal selama ini web tersebut suka menyudutkan PKS. Terhadap tulisan di web tersebut yang menyudutkan PKS, kader menyangkal. Tetapi terhadap tulisan yang menyudutkan pihak yang berseberangan dengan partainya, kader PKS menelan mentah-mentah tanpa kehati-hatian.

Isu-isu itu seperti dipabrikasi lalu dijadikan “bom” paket yang dikirimkan oleh seorang misterius. Isu Jokowi keturunan Cina memang menjadi “bom” yang sukses meledak di tengah pendukung Prabowo-Hatta. Ada isu lain yang “meledak di tengah jalan”, belum sampai ke tujuan. Misalnya isu “RIP Jokowi” yang belum apa-apa terdeteksi beredar awal dari kalangan pendukung Jokowi-JK. Bisnis.com menulis berita ini dengan judul “WAH…Penyebar ‘RIP Jokowi’ Diduga Pendukung JKW4P Sendiri”.

Perang rumor pada zaman pilpres lalu memang merupakan yang paling parah. Kedua belah kubu pasangan calon sama-sama mendapat gempuran. Salah satu pihak yang disorot dalam penyebaran isu adalah tabloid Obor Rakyat. Media ini bahkan sempat dipolisikan oleh kubu Jokowi-JK. Lalu berselang setahun kemudian, para pendukung Jokowi semakin geram karena bos pimred Obor Rakyat malah menjabat sebagai Komisaris BUMN. Padahal posisi Komisaris BUMN belakangan banyak ditempati oleh para pendukung Jokowi. Lalu di pihak mana sebenarnya Obor Rakyat ini? Apa tujuan kampanye negatif yang dilakukan Obor Rakyat di pilpres lalu? Victim playing kah?

Di tubuh PKS sejatinya sudah banyak yang curiga adanya pabrikasi isu yang bertujuan menjebak dan meruntuhkan reputasi partai. Si pembuat isu ini tampaknya paham karakter kader PKS yang rakus informasi dan militan membela pihak yang didukungnya.

Sebuah isu bombastis dihembuskan ke tengah media sosial, tak menunggu lama agar isu itu tersebar kemana-mana, lalu disiapkan bantahannya yang kuat. Dan reputasi penyebar pun hancur sudah.

Karena itu lah pentingnya melek literasi.

Kecerdasan Literasi Buat Kader PKS

“Di medsos ada orang/kelompok yg hobi menghasut. Ada juga orang/kelompok yang gampang dihasut. Jadilah sinergi penghasut+terhasut. Semua jadi kusut. Ada orang/kelompok yang hanya bisa eksis dengan menghasut. Hakikatnya mereka itu pengecut. Mereka sorak bila kita layani. Kita biarkan mereka mati sendiri,” begitu tulis Sohibul Iman di twitter, mensinyalir nyata adanya pelaku pabrikasi isu dan hasutan.

Sekedar melek informasi tidak cukup. Dan menjadi melek informasi di zaman sekarang justru sangat mudah. Yang dibutuhkan adalah melek literasi. Lebih tinggi dari sekedar melek informasi.

Wikipedia mendefinisikan literasi media sebagai “kemampuan untuk memahami, menganalisis, dan mendekonstruksi pencitraan media. Kemampuan untuk melakukan hal ini ditujukan agar pemirsa sebagai konsumen media (termasuk anak-anak) menjadi sadar (melek) tentang cara media dikonstruksi (dibuat) dan diakses.”

Melek literasi berarti mampu melakukan penilaian terhadap sebuah informasi, bahkan mampu melakukan validasi sehingga tidak terjebak kabar bohong. Juga bisa mendeteksi framing atau spinning sebuah berita.

Salah satu cara memvalidasi kabar adalah dengan tabayun. Itu adalah “kata sakti” yang suka disodorkan kader PKS bila diserang rumor. Artinya, kader PKS paham bagaimana menjadi melek literasi. Saat menyuruh orang lain “tabayun dulu”, artinya kader PKS menuntut orang agar melek literasi.

Bagaimana dengan kader PKS sendiri? Sudahkah mengaplikasikan nasihatnya?

Belajar dari asbabun nuzul turunnya perintah tabayun (mendalami masalah) pada Al-Qur’an surat Al Hujurat ayat 6, sikap menelan bulat-bulat informasi tanpa memeriksanya kembali bisa berujung pada permusuhan hingga pertumpahan darah. Atau istilah yang digunakan Sohibul Iman: irreversible damage.

Harusnya kader PKS menjadi yang terdepan dalam menyikapi rumor. Menjadi teladan bagi masyarakat. Dan sebagaidu’at (pendakwah), tradisi tabayun adalah salah satu poin yang harus didakwahkan dan diteladankan. Karena itu merupakan syariat Islam.

Tabayun tak selalu bermakna bertanya langsung kepada yang tertuduh. Justru sebenarnya yang dimintai bukti adalah pihak penuduh, bukan pihak tertuduh. Ulama merumuskan kaidah fiqh yang berbunyi: “Penuduh wajib membawa bukti, sedangkan tertuduh cukup bersumpah”. Jadi yang perlu diperiksa, dianalisa, dan didekontruksi dalam sebuah isu adalah konten tuduhan. Sudahkah ia dilengkapi bukti-bukti yang valid?

Kecerdasan literasi adalah saat berbagai sumber informasi yang dilahap oleh seseorang mampu membuatnya memiliki wawasan yang menopangnya dalam berfikir. Sehingga bila berargumentasi, hujjah yang dibangun punya landasan yang terujuk, bukan sekedar asal membual. Luasnya wawasan seseorang juga melindunginya dari kabar-kabar bohong. Bukan kah salah satu karakter yang ingin dicapai dalam program pembinaan kepribadian Islam di PKS adalah “mutsqofatul fikr”, atau fikiran yang berwawasan?

Materi ghozwul fikri yang diterima oleh kader PKS melalui pembimbing keislamannya harus ditempatkan dalam posisi yang tepat. Mengabaikan ghozwul fikri, bisa membuat seorang muslim hanyut dalam skenario pihak yang terjangkit islamophobia yang menginginkan umat Islam jauh dari aqidahnya. Tetapi menghayati materi ini di luar batas, bisa membuat paranoid. Sikap begini mudah sekali mengafirmasi kabar-kabar bohong seputar teori konspirasi. Makanya, ada yang menelan mentah-mentah tulisan hoax “korban Paris adalah boneka”.

PKS punya perangkat untuk membuat kadernya melek literasi, melalui program pembinaan keislaman tiap pekan. Di tubuh PKS terdapat juga praktisi jurnalistik, blogger/penulis yang melek literasi, atau pakar informasi yang bisa merumuskan sebuah kurikulum dalam membenahi mental kader PKS di dunia maya. Perlu ada pelatihan menginvestigasi isu. Atau paling banter, menggencarkan nasihat agar mengabaikan kabar yang tidak mampu diverifikasi.

Ikhtiar-ikhtiar tersebut perlu diwujudkan bila benar ada keinginan untuk memperbaiki kemampuan kader PKS dalam berliterasi, sehingga tidak lagi menjadi bulan-bulanan pihak yang mempabrikasi isu.

Dimuat di web resmi PKS

Rujukan:

https://twitter.com/msi_sohibuliman

http://makassar.bisnis.com/read/20140511/33/177877/wah…penyebar-rip-jokowi-diduga-pendukung-jkw4p-sendiri

http://www.jpnn.com/index.php?mib=berita.detail&id=240640

http://www.merdeka.com/peristiwa/relawan-jokowi-geram-bos-pemred-obor-rakyat-jadi-komisaris-antam.html

https://id.wikipedia.org/wiki/Literasi_media

 
Leave a comment

Posted by on January 8, 2016 in Artikel Umum