Mungkinkah ada pertukaran karakter antara suami dan isteri dalam pernikahan? Yang baru saja saya temukan adalah pertukaran kebiasaan. Tapi bukankah kebiasaan itu membentuk karakter?
Rasanya masih kemarin saya temani mereka ta’aruf. Dua tahun lalu tepatnya. Kedua insan yang serius merajut karpet yang membentang ke surga itu bertukar pertanyaan tentang kepribadian masing-masing.
Salah satu yang menjadi perbincangan adalah bagaimana masing-masing mengelola keuangan.
Yang pria menjawab bahwa ia memang mengatur sedemikian rupa nafkah yang ia dapat tiap bulan. Sudah ada pos-posnya untuk makan, transport, membantu kuliah adik, orang tua, dll.
Sedangkan yang wanita mengaku tak terlalu memusingkan uang yang ia pegang. Tak ada rencana anggaran untuk sebulan. Semuanya mengalir begitu saja.
Ia masih tinggal di rumah orang tuanya. Hidup dalam kenyamanan. Bekerja hanya lah aktualisasi diri. Kalau tiba-tiba terjadi sesuatu, masih ada orang tua yang mem-back-up. Bukan perantau yang memang harus berpikir keras mengelola uang seperti si pria.
Alhamdulillah, singkat cerita Allah menghendaki keterhimpunan mereka dalam ikatan pernikahan. Ada babak baru dalam hidup yang tak mudah. Pasang surut hidup dijalani berdua.
Sebuah jiwa pun dititipkan Allah pada mereka untuk dibina. Anggota keluarga bertambah, tentu pengeluaran makin besar. Popok, susu, makanan spesial, pakaian yang mengimbangi perkembangan badannya, biaya berobat bila si kecil sakit, dll.
Si suami makin kewalahan mengelola gajinya. Apalagi pernah pindah kerja ke tempat yang rupanya tak terlalu membuatnya puas atas penghasilan yang diterima. Yang dulunya disiplin mengatur pos-pos keuangan, kini serabutan saja setelah selalu menerima kenyataan bahwa rencana keuangan buyar sejak tengah bulan.
Tapi kini justru terbalik dengan si istri. Beberapa bulan belakangan ia yang membantu suaminya merapikan pengeluaran. Amplop-amplop berjejer menampung pos-pos anggaran. Ia semakin disiplin.
Di media sosial, ia mengikuti akun-akun perancanaan keuangan. Dipelajarinya dengan seksama.
Itu lah sedikit cerita tentang pertukaran kebiasaan antara dua anak manusia. Mungkin cerita yang biasa saja. Tapi bagi saya yang ikut mendampingi mereka ta’aruf, sedikit merasa kagum sekaligus mendapatkan pelajaran.
Dalam pernikahan, akan ada proses belajar antar dua insan. Bukan saja untuk keperluan memahami dan memaklumi, bahkan bisa terjadi peneladanan bila ada sikap atau kebiasaan yang baik.
Dinamika rumah tangga begitu hebatnya sehingga makin mendewasakan. Membentuk kepribadian yang matang dalam menghadapi masalah. Maka apa yang disampaikan saat ta’aruf tentang sebuah perilaku/kebiasaan saat lajang, bisa jadi ada perubahan atau 180 derajat. Atau mungkin perbaikan yang lebih bagusnlagi.
Meski bisa juga kebalikannya karena banyak saya dengar cerita kader-kader dakwah yang futur setelah menikah.
Itu lah tanda-tanda kebesaran Allah swt dalam pernikahan.