RSS

Monthly Archives: November 2019

Kebiasaan yang Tertukar dalam Pernikahan

Mungkinkah ada pertukaran karakter antara suami dan isteri dalam pernikahan? Yang baru saja saya temukan adalah pertukaran kebiasaan. Tapi bukankah kebiasaan itu membentuk karakter?

Rasanya masih kemarin saya temani mereka ta’aruf. Dua tahun lalu tepatnya. Kedua insan yang serius merajut karpet yang membentang ke surga itu bertukar pertanyaan tentang kepribadian masing-masing.

Salah satu yang menjadi perbincangan adalah bagaimana masing-masing mengelola keuangan.

Yang pria menjawab bahwa ia memang mengatur sedemikian rupa nafkah yang ia dapat tiap bulan. Sudah ada pos-posnya untuk makan, transport, membantu kuliah adik, orang tua, dll.

Sedangkan yang wanita mengaku tak terlalu memusingkan uang yang ia pegang. Tak ada rencana anggaran untuk sebulan. Semuanya mengalir begitu saja.

Ia masih tinggal di rumah orang tuanya. Hidup dalam kenyamanan. Bekerja hanya lah aktualisasi diri. Kalau tiba-tiba terjadi sesuatu, masih ada orang tua yang mem-back-up. Bukan perantau yang memang harus berpikir keras mengelola uang seperti si pria.

Alhamdulillah, singkat cerita Allah menghendaki keterhimpunan mereka dalam ikatan pernikahan. Ada babak baru dalam hidup yang tak mudah. Pasang surut hidup dijalani berdua.

Sebuah jiwa pun dititipkan Allah pada mereka untuk dibina. Anggota keluarga bertambah, tentu pengeluaran makin besar. Popok, susu, makanan spesial, pakaian yang mengimbangi perkembangan badannya, biaya berobat bila si kecil sakit, dll.

Si suami makin kewalahan mengelola gajinya. Apalagi pernah pindah kerja ke tempat yang rupanya tak terlalu membuatnya puas atas penghasilan yang diterima. Yang dulunya disiplin mengatur pos-pos keuangan, kini serabutan saja setelah selalu menerima kenyataan bahwa rencana keuangan buyar sejak tengah bulan.

Tapi kini justru terbalik dengan si istri. Beberapa bulan belakangan ia yang membantu suaminya merapikan pengeluaran. Amplop-amplop berjejer menampung pos-pos anggaran. Ia semakin disiplin.

Di media sosial, ia mengikuti akun-akun perancanaan keuangan. Dipelajarinya dengan seksama.

Itu lah sedikit cerita tentang pertukaran kebiasaan antara dua anak manusia. Mungkin cerita yang biasa saja. Tapi bagi saya yang ikut mendampingi mereka ta’aruf, sedikit merasa kagum sekaligus mendapatkan pelajaran.

Dalam pernikahan, akan ada proses belajar antar dua insan. Bukan saja untuk keperluan memahami dan memaklumi, bahkan bisa terjadi peneladanan bila ada sikap atau kebiasaan yang baik.

Dinamika rumah tangga begitu hebatnya sehingga makin mendewasakan. Membentuk kepribadian yang matang dalam menghadapi masalah. Maka apa yang disampaikan saat ta’aruf tentang sebuah perilaku/kebiasaan saat lajang, bisa jadi ada perubahan atau 180 derajat. Atau mungkin perbaikan yang lebih bagusnlagi.

Meski bisa juga kebalikannya karena banyak saya dengar cerita kader-kader dakwah yang futur setelah menikah.

Itu lah tanda-tanda kebesaran Allah swt dalam pernikahan.

 

Sunnah Sayyiah Rasa Heran Terhadap Ajaran Islam

Berabad-abad lalu para ulama telah membahas hukum catur. Mereka berbeda pendapat. Dan memang ada yang mengharamkan.

Kemarin, Ustadz Abdul Somad (UAS) menyampaikan dalam ceramahnya pembahasan yang telah final diijtihadkan oleh para ulama. Tiba-tiba anak-anak malas ngaji plus non muslim terjangkit islamophobia bersikap norak dengan mencela beliau.

Saya rasa bukan soal catur. Bahkan mereka akan kaget dan heran terhadap banyak hal dalam ajaran Islam.

Andai mereka baru tahu adanya kewajiban sholat 5 waktu sehari semalam buat muslim, mereka akan memprotes mengapa banyak sekali sholatnya. Terasa merepotkan dan membebankan. Muncul gugatan bahwa ibadah tersebut hanya buang-buang waktu dan mengganggu usaha mencari nafkah dan aktifitas keseharian.

Andai mereka baru tahu Islam melarang miras, judi, dan zina, mereka akan mengejek agama ini. Dikatakannya terlalu mengekang, membuat hidup membosankan, dan merenggut kesenangan.

Andai mereka baru tahu ada syariat puasa, zakat, dan naik haji, akan ada saja celaan kepada yang menyampaikan tentang kewajiban tersebut. Dituduhnya lah sang da’i ingin membunuh orang dengan rasa lapar, atau ingin merampas harta orang, dan sebagainya.

Dan bukan kah walau pun mereka sudah tahu, tapi sinisme kepada syariat Islam tetap saja ada? Perintah qurban termasuk salah satu yang sering dipermasalahkan. Tiap tahun ada saja yang menyindirnya sebagai ajang pembantaian tak berkemanusiaan. Apalagi kebolehan poligami serta aturan jihad.

Maka ini bukan tentang catur semata. “Malu ditertawakan,” kata Menag. Padahal selain soal hukum catur pun mereka sudah sering menertawakan. Lalu apakah kita turuti saja nafsu mereka, tak perlu disampaikan dan dilaksanakan ajaran yang akan dikomentari orang agar pak Menag tak malu? Naudzubillah.

Para pencela itu hanya melanjutkan kebiasaan para penyembah berhala yang merasa janggal dengan seruan tauhid.

“Dan mereka heran karena mereka kedatangan seorang pemberi peringatan (rasul) dari kalangan mereka; dan orang-orang kafir berkata, “Orang ini adalah pesihir yang banyak berdusta. Apakah dia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan yang satu saja? Sungguh, ini benar-benar sesuatu yang sangat mengherankan.”” (QS Shad:5)

Itulah sunnah sayyiah rasa heran kepada ajaran Islam yang diturunkan dari penyembah berhala jaman feodal hingga jaman milenial.