RSS

Monthly Archives: July 2013

Ganjaran Sedekah, Dari Pohon Hingga Kebun

 

Kita semua tentu mengenal apa itu tumbuhan atau pohon. Suatu organisme yang tumbuh dari sebuah bibit atau biji, kemudian memiliki tunas, dan terus tumbuh hingga memiliki dahan, cabang, dan ranting. Subhanallah… Kebesaran Allah sangat terlihat pada perjalanan tumbuhnya organisme ini.

Organisme inilah yang dipakai Allah untuk menjadikan perumpamaan bagi harta yang diinfakkan oleh seorang mukmin di jalan Allah, dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah:261. “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.”

Sangat indah dan tepat. Begitulah yang dipaparkan oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya, bahwa ketika Allah menerangkan perumpamaan sebutir biji yang tumbuh menjadi 7 tangkai dan setiap tangkai menghasilkan 100 biji, perumpamaan ini lebih mengena ke dalam jiwa daripada langsung menyebutkan bahwa satu kebaikan mendapat ganjaran 700 kali lipat karena disini ada isyarat bahwa amal sholeh seseorang ditumbuhkan Allah sebagaimana Allah menumbuhkan sebutir biji bagi orang yang menanamnya di tanah yang subur, bahkan lebih dari itu sebagaimana diriwayatkan dari Imran bin Hashin dari Rasulullah , beliau bersabda : “Barangsiapa yang membiayai orang yang sedang berjihad di jalan Allah sedang dia tinggal di rumahnya, maka baginya disetiap dirhamnya 700 dirham pada hari kiamat dan barangsiapa ikut berperang di jalan Allah serta juga menafkahkan hartanya maka baginya pada setiap dirhamnya 700.000 dirham. Kemudian Rasulullah membaca ayat …Wallahu yudhooifu liman yasyaa’… (dan Allah melipatgandakan bagi siapa yang dikehendaki) sesuai keikhlasannyan dalam beramal dan Allah Maha Luas KaruniaNya dan lagi maha Mengetahui”.

Bila dalam sebidang tanah terdapat sebuah pohon, lalu benih-benih dari pohon itu jatuh ke tanah dan kemudian menumbuhkan pohon-pohon yang baru, maka sebidang tanah itu bisa menjadi kebun. Kebun yang homogen. Bila sebidang tanah itu ditumbuhi lebih dari satu jenis pohon, maka sebidang tanah itu menjadi kebun yang heterogen.

Kalau kita mendengar kata kebun, tentu yang terbayang ada sebidang tanah yang indah,rindang, dan menyenangkan yang terdapat pohon-pohon baik sejenis atau berbagai jenis. Kata kebun yang bercitra indah ini juga digunakan oleh Allah untuk perumpamaan bagi harta yang diinfakkan oleh seorang mukmin di jalan Allah. “Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun memadai). Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat.” (QS Al-Baqarah : 265).

Dalam dua ayat yang berdekatan ini Allah menggunakan perumpamaan pohon dan kebun. Perumpamaan yang ‘nyambung’, karena antara pohon dan kebun punya hubungan. Subhanallah…

Suatu sedekah yang kita keluarkan ibarat tumbuhan yang akan tumbuh mulai dari benih hingga memiliki tujuh bulir dengan 700 biji tiap bulirnya. Maka jadikanlah sedekah kita itu kebun. Kebun yang homogen, manakala sedekah itu kita rutinkan, dan kebun heterogen manakala kita memiliki lebih dari satu macam sedekah.

Umpamanya berinfaq untuk seorang anak yatim dari kerabat kita, itu – insya Allah – akan menjadi sebuah pohon infaq kita. Kalau infaq itu kita rutinkan perbulan, akan menjadi sebuah kebun amal yang homogeny. Dan kalau kita juga punya pos infaq yang lain, misalnya infaq untuk Palestina, infaq untuk saudara yang lain, infaq untuk masjid yang kita rutinkan, dan kita juga punya kewajiban membayar zakat profesi, maka kita memiliki kebun amal yang heterogen.

Insya Allah, Allah akan melipat gandakan kebun amal kita.

 

Jangan Sia-Siakan Kesempatan

Sejatinya, kesempatan baik itu ada dua jenis. Pertama, kesempatan baik yang apabila tidak termanfaatkan, tidak akan membuat orang yang mendapatkan peluang itu menjadi rugi. Kedua, kesempatan yang apabila tidak termanfaatkan, akan membuat orang yang mendapat kesempatan itu menjadi rugi.

Contoh kesempatan jenis pertama: seseorang berbelanja di tokok andaleh-mart. Karena nominal belanja mencapai seratus ribu rupiah, orang tersebut mendapatkan kesempatan untuk membeli 1 kg gula dengan harga murah hanya sebesar Rp 500. Tapi kesempatan itu tidak diambilnya. Dan orang tersebut tidak rugi apa-apa. Itu lah contoh kesempatan jenis pertama.

Kemudian, apabila ada seseorang berada dalam bahaya, maka kesempatan untuk keluar dari bahaya adalah kesempatan jenis kedua. Misalnya pada peristiwa penyanderaan oleh sekelompok penjahat, tersandera memiliki peluang untuk kabur. Tapi peluang itu tidak diambilnya atau gagal dimanfaatkan. Maka tersandera itu pun menjadi rugi.

Dalam hadits yang cukup kita kenal, bahkan hadits ini menjadi syair lagu bagi tim nasyid Raihan, terdapat nasihat untuk tidak menyia-nyiakan kesempatan. Untuk menyegarkan ingatan kita, hadits itu berbunyi:

“Manfaatkanlah lima perkara sebelum lima perkara : Waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu, Waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu, Masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu, Masa luangmu sebelum datang masa sibukmu, Hidupmu sebelum datang kematianmu.” (HR Imam Hakim dalam kitab al-Mustadrak.)

Kesempatan yang ada dalam hadits di atas adalah kesempatan jenis kedua. Mengapa? Karena pada dasarnya manusia itu berada dalam keadaan merugi. Dan lima perkara itu menjadi jalan bagi manusia untuk keluar dari keadaan merugi. Yaitu dengan cara memanfaatkan masa muda, masa sehat, masa kaya, masa luang, dan masa hidup untuk beramal sholeh serta saling menasehati dalam hal kebaikan dan kesabaran.

“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (Al-Ashr:1-3)

*****

Kemudian, ada hadits riwayat Al-Hakim lainnya yang berhubungan dengan kesempatan jenis kedua.

“……Sesungguhnya Jibril telah datang kepadaku lalu berkata,’ Celakalah orang yang mendapatkan bulan Ramadhan, tetapi ia tidak diampuni,’ maka aku berkata, ‘Amin’. Lalu ketika aku menaiki tangga kedua dia berkata,’ Celakalah orang yang mendengar namamu disebut, tetapi ia tidak bersholawat atasmu.’ Maka aku berkata, ‘Amin’. Ketika aku menaiki anak tangga ketiga, ia berkata,’ Celakalah orang yang menjumpai kedua ibu bapaknya yang telah tua atau salah satu dari keduanya, tetapi mereka tidak dapat memasukkannya ke dalam surga.’ Aku berkata,’Amin’.” ( HR Hakim )

Pada hadits ini, ada tiga kesempatan yang apabila tersia-siakan maka orang yang mendapat kesempatan itu menjadi celaka. Yaitu kesempatan mendapatkan ampunan di bulan Ramadhan, kesempatan bersholawat ketika nama Rasulullah disebut, dan kesempatan berbuat baik kepada kedua orang tua yang telah renta agar mendapatkan surga Allah swt.

*****

Segala kesempatan berbuat baik yang kita dapatkan haruslah dimanfaatkan dengan segera mungkin.

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,” (QS Ali-Imran : 133)

Karena selain kesempatan itu mudah hilang, juga ada kemungkinan membatunya hati kita dikarenakan malas yang terpelihara untuk segera memanfaatkan kesempatan itu. Ini terjadi pada Ahli Kitab sebelum umat ini. Telah datang hidayah kepada mereka berupa Al-kitab, namun mereka menunda-nunda untuk memanfaatkan kebenaran itu sehingga hati mereka keras.

“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS 57:17)

Tidak semua orang mendapatkan hidayah. Ketika hidayah itu datang, maka itu adalah kesempatan yang diberikan Allah swt pada kita untuk mengikuti petunjuk itu. Tetapi kalau kita bermalas-malasan mengikuti petunjuk yang telah Allah berikan, maka hati kita kemungkinan akan membatu. Atau akhirnya kita tidak lagi memiliki kesehatan, waktu muda, harta, kelapangan, atau pun kehidupan untuk mengikuti hidayah yang telah Allah berikan.

*****

Kini, kita harus introspeksi atas peluang besar untuk mendapatkan ampunan yang sedang kita dapatkan, yaitu bulan Ramadhan. Bagaimana kita menjalankan aktifitas di bulan Ramadhan? Apakah dengan berleha-leha dan santai-santai saja atas berita baik tentang rahmat, ampunan, dan tertutupnya pintu neraka? Apakah kita membiarkan waktu menggerogoti kesempatan ini detik demi detik, hingga ketika Ramadhan ini berakhir kita gagal menyandang gelar muttaqin? Apakah ampunan Allah semakin menjauh karena kita sendiri yang menjauhinya?

Celaka… celaka lah kita bila gagal memanfaatkan bulan Ramadhan untuk mendapatkan ampunan dari Allah swt. Belum tentu kita mendapatkan bulan Ramadhan tahun depan. Dan ya, memang, di bulan lain kita bisa mendapatkan ampunan. Tapi bila di bulan yang penuh ampunan saja kita gagal mendapatkan maghfiroh dari Allah, lalu bagaimana dengan di bulan yang biasa?

Allahumma innaka ‘afuwwun kariim. Tuhibbul ‘afwa fa’fuanna.
Asyhadu an laa ilaaha illallah. Astaghfirullah. Inni as’alukal jannah. Wa’audzubika minannaar.

—-

Ditulis ulang dari http://andaleh.blogsome.com/2009/09/15/jangan-sia-siakan-kesempatan/