
Wudhu membuat badan bersih. Puasa bantu tubuh keluarkan racun. Wudhu dan puasa membikin lebih sehat, tapi bukan berarti tercegah dari penyakit.
Saya pernah sholat isya’ tepat disamping orang yang sedang flu. Sepanjang sholat orang itu sibuk membersihkan hidungnya dengan tangan dan menghirup ingusnya. Alhasil, tak lama setelah sholat saya pun merasakan tanda-tanda sakit flu.
Orang itu dan saya tentu sudah berwudhu. Tapi virusnya tak hilang, dan saya tetap tak kebal tertular.
Itu baru flu. Bagaimana lagi dengan virus lain seperti corona yang sedang mewabah?
Di tanah haram pun banyak jamaah umrah dan haji yang tertular batuk dan flu. Padahal di sana mereka menjaga wudhunya.
Maka agar tidak tertular wabah, marilah kita dengarkan penjelasan dan perintah tenaga medis yang lebih kompeten. Ingat, Rasulullah saw pernah menyerahkan urusan dunia kepada ahlinya dalam sabdanya yang terkenal: “Antum a’lamu bi amri dunyakum”. “Kamu lebih mengetahui urusan duniamu.” (HR. Muslim, no. 2363)
Apakah Islam tidak punya ajaran yang bisa mencegah penyakit? Ada. Dan apa yang sudah difatwakan oleh para ulama terkait mencegah wabah corona, sudah sejalan dengan ajaran itu.
Memang, sholat berjamaah itu adalah perintah Allah dan Rasul-Nya. Tapi meniadakan sholat berjamaah ketika tersebar wabah juga menjalankan perintah Allah dan Rasul-Nya.
Terdapat dalam salah satu di antara lima poin maqoshid syariah (tujuan syariah), yaitu hifdzu nafs. Menjaga jiwa. Maka jangan remehkan anjuran sholat di rumah. Karena dalam keadaan darurat, maka pilihan itu harus dimenangkan dari sholat di masjid.
Ada kisah Umar bin Khattab r.a. yang menghindari Syam karena ada wabah di sana. Ada kisah Ibnu Umar adzan dengan lafal “‘Alaa shollu fir rihaal’ (shalatlah di rumah kalian) saat kondisi malam sangat dingin dan berangin. Semua itu adalah cara Islam menghadapi kondisi tak biasa yang membahayakan jiwa umat manusia.
Kalau masih ingat Iwan Bopeng yang mengamuk ketika pilkada Jakarta 2017 lalu, tentu kita tak asing dengan kata-katanya: “Allah aja fleksibel, babi haram bisa jadi halal.” Terlepas dari perkataannya yang tak tepat konteks, tapi memang begitu perkara darurat dalam Islam. Hal yang haram bisa jadi diperbolehkan sesuai kondisi, atau suatu kewajiban bisa menjadi gugur.
Padahal kita semua sudah hafal keringanan dalam Islam. Ada sholat duduk, ada sholat jamak/qashar, ada qodho puasa, dan lain sebagainya. Islam itu realistis dan menyediakan banyak pilihan rukhshah bagi umatnya.
Jadi, mari kita kembalikan urusan kesehatan kepada mereka yang ada di bidangnya, dan kembalikan urusan agama kepada para ulama.
Ini bukan soal menjauhkan umat dari masjid. Tapi memperkenalkan sisi lain ajaran Islam yang jarang dikupas. Yaitu cara Islam menghadapi kondisi darurat. Karena ajaran Islam itu lengkap. Sayangnya, selama ini umat hanya diperkenalkan dengan ajaran ketika berlaku kondisi normal.
Dan sangat disayangkan lagi beredar hadits yang tak jelas asal usulnya, tentang umat Islam di akhir jaman yang terbebas dari wabah karena menjaga wudhu. Hadits palsu ini sukses membuat umat Islam menceburkan diri dalam bahaya.
Mari syiarkan Islam dengan realistis dan rasional.