RSS

Monthly Archives: April 2018

Kesederhanaan Artifisial Para Politisi

Sebagai rakyat, kebahagiaan saya bukan saat melihat pemimpin berkaos oblong, memakai sandal jepit, atau tampilan ngenes lainnya. Tidak. Saya bahagia bila pemimpin berhasil membuat rakyatnya punya daya beli sandang yang layak.

Maka bila nanti media menampilkan pemimpin negeri ini masak menggunakan kayu bakar, saya tidak terharu. Tapi saya bahagia bila rakyat Indonesia tidak lagi mengantri untuk membeli gas 3Kg, tidak mengeluh harga bahan bakar mahal. Bila itu terwujud, maka sang pemimpin telah bekerja dengan benar.

Tampilan Sederhana Jelang Pesta Demokrasi

Cerita ada orang yang mendadak berpenampilan miskin menjelang even kontestasi demokrasi (misal pilkada, pemilu, pilpres, dlsb) menjadi terlalu basi di negeri ini. Ada kandidat pemilihan gubernur tiba-tiba rajin naik angkot. Ada pemimpin partai politik tumben-tumbenan suka menyamar menjadi rakyat biasa, naik becak dan sebagainya di masa kampanye.

Mendadak, tumben-tumbenan, karena biasanya si politisi gak gitu-gitu amat. Mereka terbiasa naik mobil berkelas, berpenampilan necis, layaknya pejabat. Mereka juga bukan orang miskin. Hanya saja ada keperluan menebar jaring simpati ke tengah masyarakat. Ada harapan untuk dinilai merakyat. Dianggap memiliki kehidupan yang setara dan dekat dengan rakyat. Dan usaha itu dilakukan dalam momen sesekali saja.

Inilah kesederhanaan artifisial. Kesederhanaan buatan. Tak alami dan dibuat-buat. Kecuali para pemuja politisi itu, khalayak malah melihatnya sebagai sesuatu yang norak. Malu-maluin.

Idealnya yang dijual oleh peserta kontestasi demokrasi adalah prestasi dan gagasan. Tapi sejak disadari pentingnya pencitraan bagi politisi, maka tampilan merakyat itu menjadi bumbu yang dijual. Makanya tahun 2014 lalu di pinggir jalan-jalan raya di Indonesia terpampang baliho foto full body seorang tokoh dengan deskripsi harga barang-barang yang dikenakan (kemeja, sepatu, celana, dll). Ingin menggambarkan si tokoh suka memakai sesuatu yang murah-murah.

Kalau ini menjadi trend, ya sudah silakan para politisi beradu penampilan paling gembel. Sekalian saja mereka mencicipi tidur di emperan toko selama sebulan, lalu fotonya disebar viral ke publik. Tapi apa iya itu adalah cara untuk menggaet pemilih? Yang pasti, cara seperti itu tidak akan pernah ada hubungannya dengan peningkatan kesejahteraan rakyat yang akan dipimpinnya.

Maka makin jauhlah negeri ini dari demokrasi yang mencerdaskan. Cara begini mencoba membodohi rakyat bahwa pemimpin dipilih berdasarkan tingkat kegembelannya. Bukan kerjanya.

Inspirasi Umar bin Khattab

Khalifah kedua sepeninggal Rasulullah saw ini memang mewarisi kesederhanaan gurunya. Bekas tikar di punggung Rasulullah – padahal ia adalah seorang pemimpin umat, begitu berkesan. Maka Umar bin Khattab r.a. memimpin dengan slogan yang menyejarah: “Kalau rakyatku kenyang, aku yang paling terakhir kenyang. Kalau rakyatku lapar, aku yang paling pertama lapar.”

Ia orang yang tak silau melihat kilau kekayaan Kisra. Dalam keseharian, ia berpergian dengan pakaian yang punya tambalan di mana-mana. Padahal ia memimpin wilayah yang kian luas dan kaya. Dalam perjalanan dari Madinah ke Palestina setelah pembebasan Al-Quds, ia bergantian menuntun unta dengan pelayannya. Sampai-sampai orang mengira Umar bin Khattab adalah pelayan, dan yang di atas unta itu khalifah.

Tapi kesederhanaan Umar bin Khattab itu dilaluinya hari demi hari. Umar tidak tumben-tumbenan memakai sandal jepit setelah beberapa waktu lalu menikahkan anaknya dengan pesta yang teramat mewah. Ia tidak bangga berkaos oblong padahal tangannya menggenggam ponsel mahal. Ia tidak pamer kepada media sedang sarapan arem-arem padahal biasanya makanannya berkelas.

Kesederhanaan Umar bin Khattab yang menginspirasi itu bukanlah kesederhanaan artifisial. Dalam semua aspek kehidupannya ia memang hidup sederhana (kecuali dalam ibadah dan visi kepimpinan). Alami dan setiap hari begitu adanya.

Kepemimpinan Umar beserta kesederhanaannya mengagumkan manusia di dunia. Membuat orang-orang memimpikan punya pemimpin seperti Umar. Makanya para politisi ingin dianggap seperti dia.

Pemimpin Berpenampilan Apa Adanya

Memang, rakyat tidak suka dengan pemimpin yang memamerkan kemewahan di saat kondisi rakyat yang masih banyak yang susah. Itu pemimpin yang berjarak. Tak peka terhadap krisis.

Memang, masyarakat merindukan pemimpin yang merakyat. Tidak gila kemegahan, tidak gila sanjung, tapi rendah hati dan punya kehidupan yang membaur dengan rakyatnya. Idealnya seperti itu.

Tetapi rakyat tidak akan mengeluh bila sang pemimpin memakai pakaian yang pantas pada acara seremonial. Berbatik, bersepatu tertutup yang mengkilat, itu masih dalam ambang wajar. Yang penting dalam balutan yang dikenakannya tetap terjaga kewibawaannya. Berpenampilan nyeleneh di acara resmi malah bisa menjatuhkan wibawa pemimpin.

Dan lebih penting dari penampilan, adalah hasil kerja yang bisa memakmurkan rakyat. Kalau bersendal jepit dan berkaos oblong tidak bisa membuat harga bahan pokok terjangkau, tak bisa mencegah gas LPG langka, buat apa? Akhirnya penampilan seperti itu cuma jadi hiburan dan candaan masyarakat. Tak ada pengaruh apa-apa dengan kesejahteraan rakyat.

Zico Alviandri

 
Leave a comment

Posted by on April 16, 2018 in Artikel Umum

 

Kaos yang Mengganti Presiden

*Sebuah fiksi ilmiah. Tapi gak tau ilmiahnya di mana.

“Hahaha… Mana bisa kaos mengganti presiden,” Trump tertawa terbahak-bahak saat bertemu Mardani yang mengenakan kaos bertuliskan “#2019GantiPresiden” ketika sama-sama menunggu waktu boarding pesawat di halte Mangga Besar.

“Pak Trump jangan salah. Ada banyak kok kaos yang bisa mengganti presiden,” jawab Mardani kalem.

“Banyak? Hahaha… Mau sebanyak apa pun, kaos itu tidak bisa apa-apa. Rakyat yang bisa. Yang kedua, Tuhan.” Trump makin ngakak dan berkata ngawur menomor duakan kuasa Tuhan.

“Lho, dengarkan dulu pak Trump. Akan saya sebutkan kaos-kaos itu.”

“Ya ya silakan sebutkan. Kamu pasti sedang bercanda. Hahaha…”

“Pertama. Kaosengsarakan rakyat dengan kenaikan harga BBM dan TDL, lalu rakyat marah dan tak mau memilih engkau.”

“Ah… Bisa saja plesetanmu.” Tawa Trump mulai reda. Ada perasaan sedikit kaget dengan sindiran Mardani.

“Kedua, kaosepelekan janji-janjimu, kau ingkari tak kau tepati, maka rakyat kapok memilihmu lagi.”

Muka Trump masam. Dia melengos. Mardani melanjutkan kata-katanya.

“Ketiga, kaosuka mengubah-ubah kebijakanmu. Keputusan menteri kau anulir dalam hitungan hari. ‘I dont read what I sign,’ katamu. Rakyat pun kesal dan tak mau lagi memilihmu.”

Trump menutup kupingnya.

“Keempat, kaosusah sekali berbahasa Indonesia yang jelas. Pernyataanmu sebagai presiden membingungkan, seperti ketika ditanya soal film, sepatu, dll. Apalagi berbahasa Inggris. Rakyat pun tak sudi memilih yang tak capable.”

“Hey..!! Wajar dong bila aku tak bisa bahasa Indonesia. Aku kan bukan orang Indonesia. Wajar juga bila tak bisa berbahasa Inggris. Aku orang Amerika, bukan orang Inggris, bisanya ya bahasa Amerika,” Trump membela diri.

“Selanjutnya, kaosering berbohong. Katamu ekonomi akan mem-pesawat ulang alik-alik. Tapi nyatanya nyungsep. Rakyat tak percaya lagi padamu.”

“Tapi aku masih lebih baik dari Putin. Begitu menurut pendukungku. Sudah ah, aku tak mau dengar lagi.” Trump berpaling dari Mardani.

“Lalu, kaosodorkan solusi nyeleneh kepada masyarakat. Harga daging mahal kau suruh rakyat makan keong. Cabai mahal kau suruh rakyat tanam sendiri. Rakyat miskin kau suruh diet. Akhirnya rakyat memilih selain dirimu.”

Trump diam. Mardani masih lanjut.

“Kaosenang meresmikan proyek-proyek yang belum selesai. Rakyat menganggapnya penipuan. Dan rakyat tak mau memilih penipu.”

Trump sudah di puncak kejengkelannya. Beruntung pesawat ke Wakanda yang ditunggunya sudah sampai di halte. Dia pun buru-buru masuk pesawat.

#2019GantiPresiden
Tapi mana bisa cerpen gantiin presiden? ~ ceunah…

 
Leave a comment

Posted by on April 8, 2018 in Artikel Umum

 

Ringkikan Kuda Hitam Mardani

Acara Indonesia Lawyer Club (ILC) yang selama ini menjadi Kawah Candradimuka diskursus para pakar di Indonesia kembali melahirkan satu idola baru. Langsung sebut nama saja, Mardani Ali Sera.

Doktor lulusan Malaysia di bidang Teknik Mesin ini telah diundang beberapa kali di acara tersebut. Penampilannya tidak mengecewakan, malah menjadi buah bibir warganet karena gagasan dan kelantangannya. Seperti tekad mengganti presiden di pilpres tahun 2019 yang ia gelorakan beberapa waktu lalu, kini menjadi sebuah aksi massal.

Gerakan #2019GantiPresiden mengalir menjalar ke segenap penjuru negeri. Sudah ratusan Whatsapp Group terbentuk. Tagar ini tertera juga pada kaos, gelas, topi, meme-meme lucu, dan tadi malam Mardani memamerkan gelangnya yang tertulis slogan tersebut. Masyarakat menyambut luas dan antusias seruan Mardani yang ditayangkan Selasa 9 Januari 2018 lalu.

Keberadaan politikus PKS itu telah menghapus beberapa tuduhan miring kepada partainya. Pertama, fitnah bawa PKS akan menjual diri ke Jokowi pada pemilu besok. Beberapa hari kemudian setelah fitnah itu beredar – bahkan ada kader sendiri yang menyebarkan – Mardani tampil di ILC lalu menyampaikan keinginan menggebu partainya untuk mengganti presiden, tentunya dengan jalur konstitusional.

Kedua, anggapan bahwa PKS tidak punya tokoh vokal, tidak ada yang berani mengkritisi rezim dan bersikap layaknya oposan selain sosok yang dijuluki “Singa Parlemen”. Kenyataannya Mardani tampil habis-habisan membongkar kekeliruan pemerintah di acara televisi yang ditayangkan oleh TVOne itu. Masih ada kok tokoh PKS yang suka berbicara tegas kepada rezim. Bahkan ada yang menyebut Mardani sebagai frontman PKS.

Sebenarnya bukan cuma Mardani. Di partai dakwah itu masih ada semisal Al Muzzammil Yusuf yang interupsinya di sidang DPR beberapa kali viral di media sosial. Juga ada nama Aboe Bakar Alhabsyi, Nasir Djamil, dll. Hanya saja nama-nama tersebut tidak pernah atau jarang melontarkan hal yang kontroversial. Mereka garang tapi lempeng-lempeng saja, makanya jarang media yang mengutip mereka.

Jangan dikira tokoh yang biasanya ditunggu-tunggu wartawan itu karena pernyataannya suka membakar semangat masyarakat. Bukan. Tapi karena tokoh itu suka melontarkan hal yang jadi kehebohan publik. Bagi media, bad news is good news. Kegaduhan masyarakat adalah kebun yang siap dipanen jadi berita. Contoh hal yang kontroversial adalah bila yang terbiasa menyerang rezim tiba-tiba membela tersangka dan terduga korupsi yang merupakan bagian/pendukung rezim. Kan itu paradoks. Atau mengeluarkan kosakata yang tidak pantas seperti “sinting”.

Mardani dkk tidak biasa nyeleneh begitu. Makanya media hanya sesekali meliput mereka.

Bukan Kader Ngambekan dan Ambisius

Satu lagi kelebihan Mardani, adalah kelapangan jiwanya yang telah teruji. Pilgub 2017 lalu sebagai bukti. Ia telah digadang oleh partainya sebagai kandidat wakil gubernur DKI Jakarta, tiba-tiba diganti beberapa jam jelang pendaftaran.

Padahal Mardani telah berikhtiar meningkatkan popularitasnya. Sudah mengeluarkan banyak usaha dan dana. Masyarakat awam yang tak kenal kultur di PKS akan berkata dia sudah di-php-in partainya.

Tapi Mardani paham betul, ia hanyalah prajurit yang siap ditempatkan di mana saja. Kejayaan agama dan bangsanya merupakan tujuan ia beraktivitas. Sehingga bukan jadi sebuah hal yang menyakitkan bila ia tak jadi maju mendampingi Sandiaga Uno. Ia tak uring-uringan lalu menggugat partai dsb.

Malah ia menerima tugas baru sebagai timses pasangan Anies-Sandi. Dan kebesaran hatinya mengundang berkah. Allah menangkan Anies Sandi.

Ambisi seorang Mardani hanya untuk kejayaan umat dan rakyat. Bukan ambisi pribadi.

Kuda Hitam Capres PKS

Ya, dia ada di daftar 9 nama bakal calon presiden yang diusung PKS. Dihimpit oleh nama-nama yang lebih senior seperti Hidayat Nur Wahid, Sohibul Iman, Ahmad Heryawan, Anis Matta, Tifatul Sembiring.

Ia ditugaskan mempopulerkan diri – sekaligus membuat partai yang menaunginya menjadi besar. Pertanyaannya, seberapa yakin dia bahwa PKS akan benar-benar mengusungnya menjadi capres? Apalagi ada peristiwa php pilgub kemarin?

Ah, Mardani tidak terlalu memikirkan itu. Yang jelas kini ia “ngegas” menggebrak dengan slogan ganti presiden, memaparkan ide dan program konkrit bila terpilih, dan terus bersuara lantang mengoreksi rezim.

Kalau mau dibilang kuda hitam, boleh saja. Yang penting ia terus “meringkik”. Suaranya berbobot dan penuh narasi. Ia menyadarkan rakyat bahwa Indonesia layak punya presiden yang mengerti permasalahan bangsa dan punya solusi yang jitu. Bukan pemimpin yang rajin berjanji lalu ringan mengingkari.

Mardani terus melaju kencang. Ia makin populer. Makin dikenal sebagai tokoh yang punya artikulasi yang baik. Menjadi idola baru. Sang kuda hitam yang makin diperhitungkan.

 
Leave a comment

Posted by on April 4, 2018 in Artikel Umum