
Kapan Anda mulai hijrah? Maksudnya, kapan mulai rajin ikut kajian, memperbaiki sholat, mengenakan hijab bagi wanita, dll. Pokoknya, momen saat Anda berubah untuk lebih mendekat kepada Allah, mendalami Islam, dan meninggalkan hal-hal buruk dalam hidup Anda.
Untuk yang sudah lama hijrah, apa ada yang senyum-senyum sendiri melihat saudaranya yang baru berubah menjadi lebih baik? Melihat orang yang belakangan jadi rajin dengan semangat yang menggebu-gebu. Karena teringat kondisi dulu saat baru sadar. Awas, jangan sampai tersisip rasa bangga merasa lebih baik karena lebih awal bertaubat.
Termasuk ‘ujub bila Anda bergumam, “Seneng sih dia berubah sekarang. Walaupun bisa jadi dia ikut-ikutan aja karena lagi trend hijrah. Gak kayak saya yang dulu hijrah di saat cewek yang make jilbab masih jarang dan jadi orang sholeh itu bener-bener ngelawan arus.”
Tapi ngomong-ngomong, bagaimana kondisi ruhiyah Anda saat baru hijrah dibandingkan dengan sekarang? Apakah lebih rajin dari yang dulu, atau sama saja, atau malah ada penurunan? Atau malah kalah dengan semangat orang yang baru hijrah?
Sobat hijrah (sksd banget ya panggilannya..?), jangan pernah menurunkan kualitas amal ibadah kita. Ada kisah yang “menyengat” yang dialami sahabat Abdullah bin Ummi Maktum r.a.
Kita semua tahu bagaimana proses masuk Islamnya beliau. Mohon izin untuk diangkat sedikit di dalam tulisan ini. Karena ada ibrah yang dalam yang akan dikaitkan dengan kisah berikutnya.
“Selamat datang orang yang karenanya Allah menegurku.” ujar Rasulullah bila bertemu Abdullah bin Ummi Maktum. Ya, di hari ia masuk Islam, ada teguran Allah kepada Nabi Muhammad saw sekaligus pembelaan kepada sosok yang tuna netra itu.
Utbah bin Rabiah, Syaibah bin Rabi’ah, Abu Jahal, Umayyah bin Khalaf dan Walid bin Mughirah, para petinggi dan orang-orang bergengsi di kota Mekkah sedang berkumpul di salah satu sudut kota Mekkah untuk berdialog dengan Rasulullah saw ketika Abdullah bin Ummi Maktum r.a. siang itu “nimbrung” di tengah mereka meminta diajarkan ayat-ayat yang telah Allah turunkan.
Itu sebenarnya momentum untuk memperdengarkan juga ayat-ayat yang menyentuh kepada para pembesar Quraisy. Hanya saja, karena yang datang seorang yang bukan terpandang, Rasul menganggap kehadirannya bisa menurunkan gengsi di hadapan orang-orang tadi.
Rasul, seperti bunyi ayat ‘Abasa ayat pertama, bermuka masam dan berpaling dari Abdullah bin Ummi Maktum.
Maka ketika selesai bertemu para oligarkis jahiliyah, dalam perjalanan pulang wahyu pun turun menegur Rasulullah saw.
Berapa tahun kemudian, suatu ketika Rasulullah bermaksud mendisiplinkan para sahabat dalam sholat berjamaah, sampai-sampai terucap dilisannya akan membakar rumah orang yang enggan ke masjid.
Abdullah bin Ummi Maktum adalah sahabat mulia yang termasuk yang awal masuk Islam. Namun karena kondisinya buta, ia meminta keringanan.
“Ya Rasulullah, setiap hari saya datang ke masjid bersama keponakan saya. Namun, sekarang dia sudah meninggal dan tidak ada lagi yang bisa menuntun saya ke masjid. Apakah boleh dengan uzur ini saya tidak ke masjid menunaikan shalat?”
Awalnya Rasul memberi dispensasi. Tapi sesaat kemudian ia meralat.
“Wahai Abdullah, apakah engkau mendengar azan?” tanya Beliau. Abdullah bin Ummi Maktum mengiyakan. “Kalau begitu, engkau tetap harus datang ke masjid,” putusannya.
Orang buta bagaimana jalannya ke masjid? Di mana ada kemauan di situ ada jalan. Abdullah bin Ummi Maktum sudah bertahun-tahun terbiasa dengan kondisinya. Sudah berpengalaman mengatasi kekurangannya. Apa pun caranya, penuhilah panggilan Allah.
Nah, sobat hijrah, dari kisah di atas terlihat bagaimana perlakuan Rasulullah kepada sahabat mulia dengan kualitas “sabiqunal awwalun”. Tidak ada permisi untuk menurunkan standard ketaatan.
Bisa jadi akan berbeda bila yang meminta izin adalah orang buta selain Abdullah bin Ummi Maktum.
Buat Anda yang telah lama hijrah, yang merasa lebih “assabiqunal awwalun” dari yang baru rajin belakangan, yang rajin ke majelis ilmu ketika pengajian masih jarang dan pesertanya sedikit, apakah bisa mempertahankan kualitas layaknya Abdullah bin Ummi Maktum r.a.?
Alih-alih membanding-bandingkan dengan orang yang baru hijrah, lebih baik memastikan kualitas dan kuantitas amal Anda tak terdegradasi dimakan jaman.
Kenang-kenanglah di saat Anda sedang di puncak rajin-rajinnya beribadah. Lalu kini Anda tertuntut untuk mengulangi kondisi itu dan mempertahankannya hingga wafat.
Jangan kasih kendor dalam ibadah, bang. Futur? Yaelah… yang udah lama hijrah mah harusnya udah pengalaman lah mengatasi itu.
Belum tibakah waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk secara khusyuk mengingat Allah dan mematuhi kebenaran yang telah diwahyukan (kepada mereka), dan janganlah mereka (berlaku) seperti orang-orang yang telah menerima kitab sebelum itu, kemudian mereka melalui masa yang panjang sehingga hati mereka menjadi keras. Dan banyak di antara mereka menjadi orang-orang fasik. (QS Al Hadid: 16)