RSS

Monthly Archives: May 2021

Masih Ada Alasan Untuk Takut Karena Gerhana

“Bang/mpok zaman old, ane mau nanya… Klo istri lg hamil, trs ada gerhana nongol klo gk ngumpet dibawah kolong meja emang anaknya kulitnya nanti belang y? mitos atau fakta ya? #mitamit.”

Status itu dibagikan ke sebuah grup di facebook oleh seorang warganet di sekitar fenomena Super Blue Blood Moon kemarin. Mungkin maksudnya sekadar becanda. Menertawakan perilaku orang zaman dulu yang mudah terpengaruh oleh mitos. Tapi gerhana memang peristiwa yang begitu banyak dikerubungi cerita mistis.

Islam datang untuk menghapus khayalan mengada-ngada umat manusia atas peristiwa alam tersebut. Itulah sebabnya Allah swt menghendaki gerhana terjadi saat kematian Ibrahim, anak laki-laki Nabi Muhammad saw. Sesuai anggapan yang sudah ada, orang-orang mulai menghubungkannya. Lalu Nabi kemudian bersabda untuk menghapus takhayul. ”Sesungguhnya matahari dan bulan adalah tanda-tanda kebesaran Allah, keduanya terjadi gerhana bukan karena kematian seseorang dan tidak karena kelahiran seseorang. Ketika kalian melihatnya, maka berdo’alah pada Allah dan shalatlah sampai selesai.” (Muttafaqun ‘alaihi)

Wajar ada rasa takut di benak orang zaman dulu ketika melihat gerhana. Mereka menganggap itu adalah musibah karena sensasi dari suasana yang seketika gulita padahal bulan sedang purnama atau matahari sedang cerah-cerahnya. Bulan atau matahari seolah ditelan sesuatu. Bagaimana bila kegelapan itu berlangsung seterusnya? Rasulullah saw pun mengakui, bahwa gerhana memang ada untuk membuat manusia takut sehingga memunculkan harap kepada Allah swt.

“Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kebesaran Allah. Keduanya tidak mengalami gerhana karena kematian seseorang dan tidak pula karena hidupnya seseorang. Tapi, Allah Ta’ala menakut-nakuti hamba-Nya dengan keduanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Lalu bagaimana dengan kondisi di zaman modern ini, di mana pengetahuan sudah mengupas fenomena alam dengan ilmiah, dan terbukti bahwa gerhana alam hanyalah peristiwa biasa dan bukan bencana. Apakah manusia tidak perlu lagi takut? Bagaimana dengan relevansi hadits di atas, bahwa Allah menakuti hamba dengan gerhana?

Di zaman ini masih ada sebagian kalangan umat muslim yang melarang untuk mengabarkan gerhana kepada masyarakat. Alasannya karena peristiwa itu untuk menakuti manusia jadi tidak boleh menebarkan rasa takut, atau khawatir kesakralan gerhana berkurang.

Memang, sekarang manusia tidak lagi takut dengan gerhana. Malah mereka menjadikan pemandangan itu sebagai hiburan. Berselfie, memamerkannya di media social, dll. Tidak ada lagi kekhawatiran layaknya orang dulu yang belum mengerti.

Tapi bagi ulul albab, peristiwa gerhana dan fenomena alam lainnya yang dianggap biasa, tetap menghadirkan rasa takut di hatinya. Bukan takut terhadap musibah, tapi rasa takut terhadap Dzat Yang Mengkreasikan Peristiwa-Peristiwa Itu. Mereka memahami proses terjadinya secara ilmiah pada gerhana, juga pada hujan yang turun, pada pergantian malam dan siang, dll. Tapi kepahaman itu membuat mereka merasa semakin kecil di hadapan Allah swt. Sehingga menghadirkan rasa tak aman akan murka-Nya.

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal (ulul albab), (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. Ya Tuhan kami, sesungguhnya barangsiapa yang Engkau masukkan ke dalam neraka, maka sungguh telah Engkau hinakan ia, dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim seorang penolongpun.””

Begitulah ulul albab yang digambarkan Al-Qur’an surat Ali Imron 190-193. Saat mempelajari ilmu pengetahuan, iman di hati membawa mereka pada kehidupan akhirat. Sehingga mereka menemukan bahwa Tuhan yang menciptakan alam dengan berbagai fenomena menakjubkan di dalamnya, tentu kuasa menghadirkan siksa yang lebih luar biasa di akhirat nanti. Maka mereka pun takut, dan berdoa terhindar dari neraka.

Karena itu, hadits Rasulullah saw bahwa gerhana untuk menakuti hamba-Nya akan selalu relevan selama ulul albab masih ada di bumi ini.

 

Orang Minang Pelit? Ambulans di Gaza Membantahnya

Saat kecil saya sering dikatain “PMP”. Padang Memang Pelit. Sebuah streotip untuk orang Minang. Tapi baru-baru ini, viral foto yang mematahkan penilaian tersebut.

Beredar foto ambulans di Gaza dengan logo Pemkot Padang berdampingan dengan logo Aksi Cepat Tanggap (ACT). Itu adalah sumbangan dari masyarakat dan pemerintah di ibu kota Sumatera Barat.

Kata Branch Manager ACT Padang Aan Saputra yang dikutip media: ““Ambulan dari para dermawan dan Pemerintah Kota Padang dibeli dan dimodifikasi langsung di Palestina.” Ia menambahkan, “Bantuan tersebut dihimpun pada awal 2020 dan disalurkan pada Mei 2020 berupa satu unit ambulans yang ketika itu wali kota masih dijabat Mahyeldi.”

Dia menyampaikan tidak hanya memberikan bantuan satu unit ambulan, Pemkot juga mendukung operasional ambulan tersebut. “Untuk operasional ambulan langsung dikelola oleh perwakilan ACT di Palestina,” ujarnya.

Buya Mahyeldi, politisi PKS yang sekarang menjadi Gubernur Provinsi Sumatera Barat membenarkan. “Itu (ambulans) bantuan Pemkot Padang bersama warga pada Maret 2020 lalu,” katanya dikutip Republika.

Ejekan “padang memang pelit” itu menggeneralisasi suku Minang. Memang, masyarakat umum kalau memanggil orang dari Sumatera Barat dengan sebutan “orang Padang.” Ini perlu diluruskan. Padang adalah kota, bukan suku, juga bukan Provinsi. Kalau tidak diluruskan, nanti salah kaprah begitu bisa membuat orang jadi Presiden.

Dan stereotip itu akhirnya terbantahkan. Kalau Anda melihat ada orang bersedekah, apalagi untuk Palestina, percayalah dia sebenarnya sudah terbiasa berderma.

Maka, orang Minang itu ya sebenarnya ahli shodaqoh. Entah dari mana tuduhan pelit itu berasal. Mungkin karena banyak dari mereka yang berprofesi pedagang, dan dalam transaksi jual beli ada tawar menawar, banyak pembeli yang bukan orang Minang dikecewakan karena ditolak saat menawar barang kemurahan. Barangkali begitu.

Justru kalau Anda mendengar orang suka beralasan bahkan malah nyinyir ketika diajak bersedekah, besar kemungkinan dia orang yang kikir. Karena Allah sudah sampaikan fenomena ini dalam surat Al-Ma’arij ayat 19-21.

“Sungguh, manusia diciptakan bersifat suka mengeluh. Apabila dia ditimpa kesusahan dia berkeluh kesah, dan apabila mendapat kebaikan (harta) dia jadi kikir.”

Jadi, jangan sembarangan nuduh orang Minang pelit ya! Tapi setelah baca tulisan ini, jangan pula bilang begini ke saya: “Oh lu gak pelit? Ya udah, sini transfer uang ke gw sekarang!” T__T

 
Leave a comment

Posted by on May 24, 2021 in Artikel Umum

 

Hidup Seperti Permainan Othello

Banyak orang sudah pernah memainkan permainan ini sehingga nama permainan ini harusnya cukup familiar di telinga Anda. Othello, atau disebut juga Reversi. Dimainkan oleh dua pemain menggunakan papan permainan berukuran 8×8 kotak dan dua jenis keping yaitu hitam dan putih.

Pemain yang memegang keping hitam selalu memulai lebih dulu, dilanjutkan dengan keping putih. Bila satu atau beberapa keping putih terjepit oleh keping hitam dalam satu garis horizontal, vertikal, atau diagonal, maka keping putih itu menjadi keping hitam. Vice versa.

Inti permainannya adalah adu banyak keping hitam/putih, mencari strategi untuk mengubah keping lawan menjadi keping milik kita dengan mengapitnya dalam satu garis. Satu keping hitam bisa mengubah sekian keping putih, begitu juga sebaliknya satu keping putih bisa mengubah sekian keping hitam.

Seperti kehidupan ini.

Ya, permainan itu menjadi metafora bagi perbuatan baik atau jahat dalam hidup kita. Karena setiap perbuatan baik atau jahat, bisa berdampak pada perbuatan sebelumnya. Satu kebaikan bisa menetralkan sekian banyak dosa perbuatan hitam/kejahatan. Dan satu kemaksiatan bisa menghanguskan pahala perbuatan putih/kebaikan yang sudah kita lakukan.

Keping Putih itu Amal Sholeh

Rasulullah saw pernah bersabda bahwa dosa-dosa yang diperbuat di sela amal sholeh, akan terhapus. Sebagaimana keping-keping hitam Othello yang berubah karena diapit dua keping putih. Amal sholeh yang menetralkan dosa itu antara lain sholat lima waktu, sholat jumat, dan puasa Ramadhan.

“Shalat lima waktu dan Jum’at ke Jum’at dan Ramadhan ke Ramadhan adalah penghapus dosa di antara keduanya selama dosa-dosa besar dijauhi.” (HR. Muslim)

Umumnya amal-amal sholeh yang kita perbuat dapat menghapus perbuatan dosa. Bertebaran begitu banyak hadits dan ayat Al-Qur’an yang menjelaskan hal tersebut.

Terutama taubat, karena amal ini dilakukan agar Allah berkenan menghapus dosa kita. Dan jangan kira Allah bosan dengan penyesalan seorang hamba yang terjadi berulang kali. Sering kali setelah bertaubat, dosa yang kita mohonkan ampunan tadi kita perbuat kembali. Terus begitu. Tetapi Allah tidak bosan dan terus menyediakan ampunannya.

“Ada seorang hamba yang berbuat dosa lalu dia mengatakan ‘Allahummagfirliy dzanbiy’ (Ya Allah, ampunilah dosaku). Lalu Allah berfirman, ‘Hamba-Ku telah berbuat dosa, lalu dia mengetahui bahwa dia memiliki Rabb yang mengampuni dosa dan menghukumi setiap perbuatan dosa’. (Maka Allah mengampuni dosanya), kemudian hamba tersebut mengulangi lagi berbuat dosa, lalu dia mengatakan, ‘Ay robbi agfirli dzanbiy’ (Wahai Rabb, ampunilah dosaku). Lalu Allah berfirman, ‘Hamba-Ku telah berbuat dosa, lalu dia mengetahui bahwa dia memiliki Rabb yang mengampuni dosa dan menghukumi setiap perbuatan dosa’. (Maka Allah mengampuni dosanya), kemudian hamba tersebut mengulangi lagi berbuat dosa, lalu dia mengatakan, ‘Ay robbi agfirli dzanbiy’. Lalu Allah berfirman, ‘Hamba-Ku telah berbuat dosa, lalu dia mengetahui bahwa dia memiliki Rabb yang mengampuni dosa dan menghukumi setiap perbuatan dosa. Beramallah sesukamu, sungguh engkau telah diampuni.”( HR. Muslim no. 2758).

Imam Nawawi dalam Syarh Muslim mengatakan bahwa yang dimaksudkan dengan ‘beramallah sesukamu’ adalah selama engkau berbuat dosa lalu bertaubat, maka Allah akan mengampunimu.

Maka miriplah amal-amal yang kita lakukan itu seperti permainan Othello. Saat berbuat maksiat, s isi jahat diri kita seolah meletakkan sebuah keping hitam di papan. Lantas kita bertaubat, sisi baik diri kita meletakkan keping putih di samping keping hitam tadi yang membuatnya menjadi putih.

Amal-amal lain yang menghapus dosa di antaranya dijelaskan dalam hadits-hadits berikut:

“Sedekah dapat menghapus dosa sebagaimana air memadamkan api” (HR. Tirmidzi).

“Siapa yang berhaji lalu tidak berkata keji dan berbuat kefasikan maka kembali seperti hari ibunya melahirkannya” (HR. Al Bukhari)“Nabi Bersabda Shallallahu’alaihi Wasallam: Puasa hari Arafah saya berharap dari Allah untuk menghapus setahun yang sebelumnya dan setahun setelahnya dan Puasa hari A’syura saya berharap dari Allah menghapus setahun yang telah lalu” (HR. At Tirmidzi)

Dan membalas “keping hitam” dengan “keping putih” dalam hidup memang sudah diperintahkan oleh Rasulullah saw. Menyusulkan perbuatan buruk dengan perbuatan baik.

“Bertakwalah kepada Allah dimanapun kamu berada, ikutilah kejelekan dengan kebaikan yang menghapusnya dan pergauli manusia dengan akhlak yang mulia” (HR Al Tirmidzi dan Ahmad)

Keping Hitam itu Dengki dan Riya’

Tapi hati-hati, keping putih amal-amal baik bisa berubah menjadi keping hitam dosa manakala kita melakukan perbuatan maksiat tertentu.

Seperti misalnya syirik dan murtad dari agama Islam.

“Barangsiapa di antara kalian yang murtad dari agamanya kemudian mati dalam keadaan kafir maka mereka itulah orang-orang yang terhapus amalannya di dunia dan akhirat. Dan mereka itulah penghuni neraka. Mereka kekal berada di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah : 217)

Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu. “Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi. (QS Az-Zumar: 65)

Syirik kecil atau bisa disebut riya’, juga menjadi keping hitam yang bisa mengubah keping putih. Letih lelah kita melakukan amal sholeh menjadi tak ada artinya di hadapan Allah karena tidak ikhlas. Allah berfirman dalam hadits qudsi:

“Aku paling tidak butuh pada sekutu-sekutu, barangsiapa yang beramal sebuah amal kemudian dia menyekutukan-Ku di dalamnya maka Aku tinggalkan dia dan syiriknya.” (HR. Muslim)

Riya’ acap kali menjadi keping hitam pengubah keping putih dalam hidup manusia. Bahkan amal perbuatan yang pernah dilakukan bertahun-tahun lalu, tiba-tiba hangus pahalanya karena kita tergoda berbuat sum’ah atau bercerita kepada manusia dengan niat mendapat pujian (tidak ikhlas karena Allah semata). Laksana meletakkan satu kepng hitam yang membuat keping-keping putih terapit dalam permainan Othello.

Tetapi, saat kita bertaubat, keping-keping hitam itu kembali menjadi putih. Dosa riya’ terhapus, pahala pun kembali.

Dan waspada juga terhadap dengki. Karena sempitnya hati kita yang diakibatkan dengki bisa menihilkan amal sholeh yang telah susah payah diperbuat.

“Hindarilah oleh kalian hasad, karena hasad bisa memakan kebaikan sebagaimana api melalap kayu bakar.” (HR Abu Dawud)

Ada beberapa lagi perbuatan buruk yang menghapus amal sholeh. Dan seperti Othello, akhirnya hidup kita akan dihisab mana yang paling banyak antara keping putih kebaikan dan keping hitam kejahatan. Keping-keping itu akan ditimbang oleh Allah swt.

“Dan adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)nya, maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan. Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya, maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah. Tahukah kamu apakah neraka Hawiyah itu? (Yaitu) api yang sangat panas.” (QS Al-Qoriah 6-11)

Inilah metafora hidup kita yang laksana permainan Othello.

 

Wahai Musuhku Israel, Berterimakasihlah Kepada Sebagian Saudaraku

⌨ Abu Raudhah

Aku tahu bahwa kalian, Israel, ingin sekali menguasai seluruh tanah Palestina. Namun belum sepenuhnya cita-cita kalian terwujud. Daerah Tepi Barat dan Gaza tak kunjung takluk. Rakyat Palestina masih gigih melawan aksi pendudukan yang kalian lakukan.

Tapi apakah kalian tahu, bahwa sebagian dari saudara seimanku sangat berjasa kepada kalian. (Aku yakin kalian tahu, meski aku tak berani menuduh kalau itu justru agenda tersembunyi kalian). Ya, ada sekelompok muslim, berpenampilan meyakinkan seakan penjaga sunnah Nabi Muhammad saw, tetapi seruan-seruannya sangat mengganggu perjuangan Palestina, dan malah memperingan kerja zionis la’natullah.

Alih-alih mendukung sikap bertahan umat muslim di sana, mereka ini malah menyuruh penduduk di tanah para nabi itu agar hijrah. Seolah tak ada izzah, mereka berdalih “biarkan saja Allah yang menolong Al-Aqsho sebagaimana Ia telah mengutus burung yang melindungi Kakbah.” Setelah berbicara begitu mereka berlepas tangan, membiarkan Israel merong-rong bangunan suci umat Islam yang harus dimuliakan.

Jauh sebelum mereka, Bani Israil – nenek moyang kalian, wahai bangsa Israel – telah mempelopori ucapan mirip seperti ini kepada Musa a.s. “Mereka berkata: “Hai Musa, kami sekali sekali tidak akan memasukinya selama-lamanya, selagi mereka ada didalamnya, karena itu pergilah kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti disini saja”.” (QS Al-Maidah: 24)

Untuk membenarkan pendirian, mereka juga membawa hadits “Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingnya terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. Nasai, Turmudzi). Lalu hadits itu digunakan untuk menyalahkan aksi jihad yang membuat umat muslim jatuh korban. Padahal hadits itu adalah kecaman kepada pembunuhan, bukan mengecam jihad yang memang beresiko mengakibatkan jatuhnya korban jiwa.

Mereka juga menjelek-jelekkan warga Palestina. Dituduhnya rakyat di sana belum benar aqidahnya, belum baik tauhidnya, banyak ahli bid’ah, jauh dari sunnah, dll.

Entah mereka tahu atau tidak, hidup dalam pengungsian tidak lah nyaman. Tempat tinggal, kebutuhan hidup, mata pencaharaian, semua serba susah. Belum tentu juga ada negara yang mau menampung.

Tentu kalian senang dengan ucapan mereka. Kalian begitu ingin agar penduduk Palestina pergi semua dari tanah airnya. Agar terwujud negara Israel Raya impian kalian yang luasnya mencakup Suriah, Turki, dan sebagian wilayah Arab Saudi. (Aku tidak tahu, bila kalian mulai mengincar sebagian daerah Arab Saudi, akankah saudara-saudaraku ini juga menyeru penduduk di sana hijrah?)

Dulu, rakyat Palestina hanya bisa menggunakan batu untuk melawan tank dan persenjataan canggih kalian. Lantas saudara-saudaraku ini mengeluarkan hadits Abdullah bin Mughaffal di mana Rasulullah melarang khadzaf (semacam gundu dari kerikil) yang dilempar dengan tangan. Dengan hadits tersebut, mereka menuduh pejuang Palestina melanggar perintah Nabi.

Padahal, larangan itu punya illat yaitu tidak bisa dijadikan alat berburu dan tak bisa membahayakan musuh. Tapi tentu hukum akan berubah kalau dalam keadaan terpaksa. Dalam perang, apa pun bisa digunakan sebagai senjata dalam rangka bertahan. Menurut hikayat, Nabi Daud a.s. membunuh Jalut dengan batu. Haqqul yaqin, andai ada peralatan perang yang lebih canggih, mereka tak akan menggunakan batu untuk meledakkan tank baja.

Tentu kalian senang dengan ucapan sebagian saudaraku itu. Berharap umat Islam ikut mencela dan tak lagi punya simpati kepada warga Palestina yang terdesak penjajahan. Dan kebiadan yang kalian lakukan pun tak terusik.

Seiring waktu, para pejuang Palestina semakin berkembang kemampuan perangnya. Mereka bisa membuat senjata sendiri. Termasuk merakit bom. Hanya saja, kemampuan mereka belum memadai untuk membikin pelontar. Sementara pemukiman mereka terus digusur, tanah dirampas, anggota keluarga dibunuh, dan masjid dirobohkan demi pendudukan illegal zionis Yahudi.

Ketiadaan alat pelontar membuat mereka terpaksa membawa sendiri bom yang telah dirakit untuk diledakkan di dekat mereka. Ada resiko besar, tubuh mereka ikut terkena bom hingga syahid. Tapi pejuang Palestina tak peduli dengan resiko tersebut. Mereka dengan berani meledakkan bom-bom itu, membuat kerugian besar di tengah kalian wahai Israel, dan membuat kalian ketakutan bukan kepalang.

Lantas sebagian saudaraku itu kembali mencela bentuk perjuangan tadi. Dikatakannya itu adalah bom bunuh diri. Kematian mujahid Palestina disebut sebagai mati konyol. Tentu kalian senang. Karena dengan begitu umat muslim ikut mencela dan tidak punya simpati dengan perjuangan bangsa Palestina. Dan penjajahan yang kalian lakukan pun tak terusik.

Kini aksi bom syahid sudah ditinggal oleh para pejuang yang telah mampu membuat roket. Persenjataan pun semakin canggih. Bahkan lontaran roketnya sudah ada yang mampu mencapai ibu kota kalian, di Tel Aviv. Pada perang terakhir, pertahanan yang kalian beri nama “kubah besi” remuk oleh roket-roket mereka. Dunia mengejek kalian dengan istilah “kubah kertas”. Kalian coba serangan darat ke Gaza, kandas juga. Akhirnya kalian pun terpaksa meminta perdamaian.

Tapi sebagian saudaraku itu tak berhenti nyinyir. Terbaru, mereka menuduh mujahid Palestina lah yang memprovokasi Israel dengan lemparan-lemparan roket itu. Lagi-lagi pejuang yang disalahkan. Kalian tentu senang dengan ucapan mereka.

Tak lupa juga, mereka membuat analisa ngawur bahwa jihad yang dilakukan pejuang Palestina tidak sesuai syariat Islam. Makin menambah rasa bahagia kalian, wahai musuhku Israel, kepada sebagian saudara seimanku itu.

Ketika umat Islam di belahan bumi lain melakukan demonstrasi dan turun kejalan mengecam perbuatan kalian, mereka mengeluarkan fatwa haramnya demonstrasi. Dituduhnya demonstran itu khawarij yang halal ditumpahkan darahnya. Tentu kalian senang bila orang yang mengusik penjajahan ditumpas. Mereka juga mengejek aksi demonstrasi itu tak mengubah nasib Palestina. Tentu kalian senang bila masyarakat dunia tidak disadarkan akan kekejian kalian.

Melengkapi itu semua, mereka keluarkan fatwa larangan mencaci Israel. Alasannya karena Israel itu nama seorang Nabi. Alasan yang mengada-ngada karena telah mafhum kaidah fiqh, sesuatu dinilai berdasarkan maksudnya. Tentu kalian makin senang saat orang tak berani mencaci nama negara kalian.

Karena itu berterima kasihlah wahai musuhku, Israel, atas jasa-jasa sebagian saudaraku kepada kalian yang mengganggu aksi anti penjajahan.