RSS

Monthly Archives: May 2020

Istri Corona vs Istri Sholehah

“Corona is like your wife”. Begitu caption dalam meme yang diterima pak Mahfud MD dari pak Luhut. “Corona itu seperti istrimu, ketika kamu mau mengawini, kamu berpikir kamu bisa menaklukkan dia, tetapi sesudah menjadi istrimu, kamu tidak bisa menaklukkan istrimu,” kata Mahfud dikutip media.

Ya sontak saja ucapan itu mendapat protes dari berbagai kalangan. Dari kaum feminis, marah karena ucapan itu sexist dan berbau misoginis. Kalangan umum mengkhawatirkan sikap pasrah pemerintah terhadap corona.

Kita tahu virus itu jahat. Siapa sih yang mau menjadikannya istri?

Kalau corona ini profil seorang istri, maka amat berlawanan dengan kriteria istri sholehah. Kita identifikasi saja dari gejala yang ditimbulkannya.

1. Hilangnya indera perasa atau penciuman.

Istri bertipe corona akan membuat hidup suami hambar. Hari yang berlalu terasa membosankan. Tak ada manja, tak ada canda, dingin pula sikapnya di kamar.

Sementara istri yang sholehah itu bagaikan “qurrota a’yun”, atau penyejuk mata. Al-Qur’an terjemahan berbahasa Indonesia biasanya mengartikan ungkapan yang ada dalam surat Al-Furqon ayat 74 ini dengan “yang menyenangkan hati kami.” Istri seperti ini akan membuat hidup suami terasa berwarna dan indah di dalam rumah tangganya.

2. Diare

Artinya, istri bagaikan corona ini boros dan membuat penghasilan yang suami bawa ke rumah “moncor” ke mana-mana tanpa penghematan.

Sementara istri sholehah itu sifatnya qonaah. Artinya, rela menerima atau merasa cukup dengan apa yang didapat serta menjauhkan diri dari sifat tidak puas dan merasa kekurangan yang berlebih-lebihan. Istri seperti ini bisa menjaga harta suami dengan tidak menghambur-hamburkannya pada hal yang kurang bermanfaat.

3. Batuk dan sesak napas.

Istri begini tak bisa membuat suami bernapas lega dan lancar. Tiap sebentar ia selalu membuat masalah dan membuat pasangannya mengurut dada makan hati. Mudah ngambek, mudah marah, meributkan hal yang kecil, kelakuannya aneh-aneh.

Sementara istri sholehah itu pemaaf, penyabar, menerima kekurangan suami, dan berperilaku menyenangkan. Tentu suami sholeh juga seperti ini.

4. Demam Tinggi

Istri corona tidak memiliki ridho suami. Sehingga pasangannya merasa panas dan emosi terganggu ketika berada di dekatnya. Kehidupan rumah tangga terasa di neraka. Rawan pertengkaran.

Sementara istri sholehah menjadikan rumahnya layaknya surga yang sejuk. “Bati jannati”, kata sang suami. Kita tahu, surga itu adem dan teduh.

5. Merusak organ tubuh

Inilah ngerinya corona. Tak hanya paru-paru, virus itu juga menyerang ginjal, jantung, bahkan kulit. Istri seperti ini pun akan merusak banyak hal dalam kehidupan suaminya. Hubungan dengan orang tua dan saudara, karir, bahkan yang paling parah merusak agama.

Tentu berbeda dengan istri sholehah. Ia bisa mengakrabi mertuanya dan saudara suaminya dengan baik. Mendukung karir pasangan. Bahkan bekerjasama dengan imamnya di rumah membangun keluarga yang taat kepada Allah.

6. Kematian

Ya, istri corona membuat suami seperti mati walaupun hidup.

Sementara istri sholehah membuat hidup suami makin hidup.

Jadi, yakin mau menikahi covid19? Pake mas kawin apa? Disinfektan 10 liter dibayar tunai?

 

Untuk Saudaraku Penggemar Kajian Akhir Jaman

Telah berlalu malam ke 15 Ramadhan 1441 H, dan tak ada huru-hara, bunyi keras, asap, atau apa pun yang gencar diwanti-wanti sebelumnya. Dan memang sumber dari cerita huru-hara sendiri adalah hadits yang divonis palsu oleh para ulama. Sedari awal, andai mau mencari pendapat dari ustadz/ulama lain yang perhatian terhadap kemurnian hadits, tak ada alasan untuk khawatir atas cerita bombastis pertengahan akhir Ramadhan.

Kemarin kabar itu gencar di tahun 2012 yang bertepatan malam 15 Ramadhannya saat itu adalah malam jum’at. Tapi tak ada apa-apa. Di tahun 2020 muncul lagi. Juga tak terjadi yang dikhawatirkan. Di tahun-tahun ke depan akan ditemui kembali malam jum’at 15 Ramadhan. Kemungkinan besar akan biasa-biasa saja. Kalau pun ada kehebohan di suatu tempat, tetap tidak akan mengubah derajat hadits itu menjadi hasan atau shohih. Hanya kebetulan belaka, sesuai yang Allah takdirkan.

Saudaraku, ada kewajiban bagi saya untuk mengingatkan. Terutama kepada yang gemar dengan kajian akhir jaman.

Kajian tanda-tanda kiamat membuat kita mempersiapkan diri dengan meningkatkan iman dan taqwa? Saya tidak memungkiri itu bagus. Tapi uban yang tumbuh di kepala adalah bukti yang lebih dekat agar kita berbenah.

Satu tanda kiamat itu entah kapan terjadinya. Tapi berkurangnya umur, keriputnya kulit, melemahnya daya lihat mata, adalah tanda terdekat kiamat kecil yang semua orang hadapi. Maka memperhatikan gejala mendekatnya ajal lebih penting karena lebih dekat dengan diri kita.

“dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?” (QS Adz Dzariyat: 21)

Mencari hal yang memotivasi agar kita mempersiapkan bekal akhirat, itu bagus. Tapi apakah hanya pada kejadian akhir jaman? Ingatlah Allah memuji ulil albab pada Ali Imron 191 yang memikirkan penciptaan langit dan bumi. Bertebaran di kitab suci Allah memerintahkan kita merenungi hujan yang turun, penciptaan makhluk, dan juga apa yang pada diri kita sendiri. Hujan sering tercurah, sedang tanda kiamat entah kapan. Ada yang lebih dekat untuk kita jadikan motivasi bertaqwa.

Jangan sampai naik/turunnya iman kita bergantung pada tanda akhir jaman. Ketika bertemu prediksi yang dekat, kita taat. Tapi setelah prediksi itu meleset, iman kembali turun.

Saudaraku, saya sarankan agar cerita yang Anda dapat dalam hadits kajian akhir jaman agar ditanyakan lagi kepada ustadz yang paham tentang hadits. Tanyakan keshohihannya. Agar kita mendapat informasi berlapis dan bersikap selektif.

Memang salah orang yang lebih mengagungkan akal. Tapi jauh lebih berbahaya orang yang bermain dengan imajinasi dalam beragama.

Saudaraku, jangan lupakan prioritas dalam menuntut ilmu. Banyak hal yang butuh kita tambah dalam pengetahuan. Tentang fiqh, aqidah, membina keluarga, siroh, dll. Saya alami sendiri, suatu ketika didebat oleh teman yang gandrung dengan bacaan teori konspirasi. Namun saat ia mudik lebaran, ia masih bertanya bagaimana cara menjamak sholat kepada saya.

Dalam riwayat kedua Hadits Arbain Nawawi, jibril yang menjelma menjadi manusia bertanya kepada Rasulullah tentang islam, iman, dan ihsan. Barulah terakhir tentang tanda kiamat. Itu pun tak ada memastikan kapan terjadinya. Menurut saya ibrohnya adalah mempelajari aqidah, fiqh, dan tazkiyatun nafs adalah hal yang lebih didahulukan sebelum mengkaji akhir jaman. Allahua’lam.

Saudaraku, jangan sampai kita termasuk yang hafal tanda-tanda kiamat, termasuk kisah yang dhoif dan palsu, namun tak paham bagaimana hukum darah nyamuk di baju yang akan dipakai untuk sholat.

Saudaraku, jangan sampai penyikapan atas kajian akhir jaman menjadi kontraproduktif terhadap hidup umat. Misal karena meyakini teknologi akan musnah, lantas menganggap tak berguna menguasai teknologi.

Mendengar instruksi dari seorang ustadz agar menyimpanan bekal makanan setahun guna menghadapi huru hara pertengahan Ramadhan, saya timbul rasa khawatir. Di tengah krisis begini diperlukan sikap saling berbagi. Lalu bagaimana bila umat jadi kikir dan menimbun makanan karena terpengaruh cerita itu? Harga bahan pokok melambung, tetangga miskin kian kelaparan.

Tak kalah penting dari kajian akhir jaman adalah kajian akhir bulan yang bertujuan membantu saudara kita yang gajinya pas-pasan.

Saudaraku, menyimak kajian akhir jaman dibutuhkan sikap bijak. Pastikan keshohihan sumber cerita. Jangan lupa prioritas. Dan ingat, banyak hal di sekitar kita yang lebih dekat untuk dijadikan bahan mendekat kepada Allah swt.

Semoga Allah memberi petunjuk pada kita semua. Amin

 

Buat Apa Menanti Ad-Dukhan?

Kemarin umat muslim bangga dengan Jackie Ying, muslimah Singapura yang menemukan rapid test cepat Covid-19. Sama bangganya kepada Khoirul Anwar yang punya andil dalam penemuan teknologi 4G, serta BJ Habibie dan sederet nama lain yang punya kontribusi kepada dunia dalam bidang ilmu pengetahuan.

Saya pun begitu. Tapi maaf, saya sedikit terusik dengan teori Ad-Dukhan yang beredar di tengah sebagian muslim yang rajin ikut pengajian. Yang katanya sebuah peristiwa di mana bumi terselimuti asap tebal yang membuat teknologi lumpuh.

Ya saya tahu, ad-dukhan itu dari hadits Rasulullah saw. Tapi dari mana kesimpulan bahwa teknologi jadi tak berguna karena peristiwa tersebut?

Saya terlibat perdebatan beberapa tahun lalu dengan dua orang teman yang begitu meyakini akan kemusnahan teknologi karena asap pekat jelang kiamat. Saya korek dari mana asal pendapat itu. Rupanya dari kajian-kajian akhir jaman. Alasannya, dalam hadits disebutkan tentang perang besar jelang kiamat yang menggunakan pedang, tombak, bahkan kuda. Berangkat dari hadits tersebut, diyakini kelak kemajuan dunia persenjataan akan lenyap lalu peradaban kembali seperti abad-abad pertengahan. Nah, momentum lenyapnya segala kecanggihan itu disebabkan adanya peristiwa ad-dukhan. Namun sampai kini saya belum menemukan literatur yang menjelaskan hal tersebut.

Teori itu lah yang kini beredar dan diyakini sebagian umat muslim. Dibumbui juga dengan hadits huru-hara di tengah bulan Ramadhan disertai suara keras. Setiap tahun hadits ini menyebar, menimbulkan suasana dramatis. (Hadits tersebut palsu. Lihat: http://kumpulanartikelsyariah.blogspot.com/2014/02/hadits-huru-hara-di-bulan-ramadhan.html )

Melalui tulisan ini saya ingin menyerukan kepada umat muslim, bahwa ada PR yang besar yang diemban oleh kita. Yaitu menjadi sokoguru dunia. Ustadziyatul ‘alam. Salah satu tugasnya adalah menyemarakkan dunia dengan penemuan-penemuan yang bermanfaat bagi penduduk bumi. Dan hal itu dicapai dengan penguasaan teknologi.

Lantas sayang sekali bila fokus kita malah dialihkan kepada penantian peristiwa ad-dukhan, kemusnahan teknologi, dan segala huru-haranya.

Kapan Terjadi Ad-Dukhan?

Peristiwa kabut asap ini sendiri sebagian ulama mengatakan sudah terjadi di jaman Rasulullah hidup, ketika kaum Quraisy mengalami kelaparan ekstrim atas doa nabi Muhammad saw. Sehingga tercipta fatamorgana di langit berupa asap. Sila disimak tafsir surat Ad Dukhan. Meski, sebagian ulama mengatakan ayat 10-11 itu akan terwujud menjelang kiamat.

Dan telah berlalu juga berbagai peristiwa yang mirip Ad-Dukhan. Seperti meletusnya Gunung Krakatau pada 1883 yang melontarkan abu dan asap dalam jumlah besar membuat matahari bagai terbenam dan langit merah.

Atau erupsi Gunung Tambora pada 1815 yang disebut letusan gunung berapi terbesar pada 1.500 tahun terakhir. Menyebabkan “tahun tanpa musim panas” karena debu dan sulfur dioksida akibat erupsi menghalangi sinar Matahari.

Atau kebakaran hutan hampir setiap tahun di Sumatera dan Kalimantan. Peristiwa semacam ini dan banyak lagi kalau mau dicocokkan sebagai ad-dukhan rasanya cocok saja karena nyata adanya asap yang besar menutupi bumi.

Namun para penggemar kajian akhir jaman memilih skenario lain: akan adanya meteor yang jatuh, membuat rotasi bumi melambat, mengakibatkan asap menyebar ke seluruh penjuru dunia, lalu teknologi lumpuh. Akhirnya rudal tak berlaku, diganti pedang dan tombak.

Hadits Ramalan Sarat Kiasan

Kesimpulan “teknologi akan lenyap” timbul dari cara membaca hadits ramalan dengan tekstual. Menurut pengampu kajian akhir zaman, pedang, tombak, dan sebagainya tersurat dalam sabda Rasulullah. Misalnya, dajjal akan dibunuh nabi Isa a.s. dengan tombak.

Tak hanya itu, yang tertera dalam hadits arbain tentang budak melahirkan tuannya pun ada yang mengartikan bahwa perbudakan akan kembali muncul menjelang kiamat.

Saya bukan ahli hadits sehingga tak bisa menilai derajat dari riwayat-riwayat tersebut. Namun yang perlu diperhatikan, bukankah sabda-sabda Rasulullah tentang kejadian yang akan datang itu sarat dengan kiasan?

Misalnya, hadits periodeisasi umat Islam. Disebutkan ada periode mulkan ‘adhon yang artinya kepemimpinan raja yang menggigit. Ini jelas adalah kiasan. Dan telah diterangkan oleh para ulama masa kini, bahwa periode ini telah kita lewati di mana cirinya adalah khilafah yang menganut sistem kerajaan sebelum Turki Utsmani runtuh, di mana sekarang adalah masanya mulkan jabbariyan.

Perhatikan juga ketika Rasulullah saw berkata kepada istri-istrinya tentang siapa yang paling pertama menyusul Nabi saw. ke alam barzakh. Ketika itu sabdanya, “yang paling panjang tangannya.” Sontak para istri nabi pun saling mengukur lengan mereka, yang kemudian diketahui bahwa Saudah lah yang paling panjang tangannya. Tapi yang terjadi? Zainab binti Jahzy r.ha. yang pertama wafat setelah Nabi. Hingga tersibaklah hakikat “yang paling panjang tangannya” adalah kiasan yang bermakna yang paling banyak sedekah.

Nah, dari dua contoh di atas, jelas sekali bahwa hadits tentang yang terjadi di masa datang itu Rasulullah sabdakan kadang dalam berbentuk kiasan. Sehingga, apa yang disebut pedang, tombak, dll andai benda-benda tersebut benar-benar disebutkan dalam hadits shohih tentang akhir jaman, tak menutup kemungkinan itu adalah perumpamaan. Juga budak yang melahirkan tuannya, banyak ulama menjelaskan maksudnya adalah kedurhakaan anak kepada orang tua begitu besar.

Maka teori lumpuhnya teknologi dan kehidupan kembali ke abad pertengahan itu jangan dulu ditelan bulat-bulat.

Jangan Putus Asa Lalu Menanti Imam Mahdi

Setuju, bahwa umat Islam kini seperti dalam sabda Rasulullah: bagai hidangan yang siap disantap oleh musuh-musuhnya. Bagai buih di lautan. Dikarenakan mengidap penyakit wahn, cinta dunia dan takut mati. Umat muslim terpuruk. Berkali-kali gagal ketika hendak bangkit. Terbentur oleh bengisnya mulkan jabbariyan.

Sayangnya ada segelintir yang lelah dengan proyek kebangkitan Islam dan lebih menunggu Imam Mahdi datang dan menerangi dunia dengan keadilan. Sehingga tanda-tanda kiamat seperti ad-dukhan ini begitu dinanti.

Padahal umat Islam ditugaskan berbuat. Bukan berhasil. Dengarkan sabda Rasulullah:

“Sekiranya hari kiamat hendak terjadi, sedangkan di tangan salah seorang di antara kalian ada bibit kurma maka apabila dia mampu menanamnya sebelum terjadinya kiamat maka hendaklah dia menanamnya.” (HR Bukhari & Ahmad)

Maka, berbuatlah. Terangi dunia dengan penemuan yang bermanfaat buat manusia. Tak perlu menunggu ad-dukhan. Oke, andai benar ad-dukhan itu melenyapkan teknologi, tapi kembali ke hadits di atas bahwa kita diperintahkan untuk berbuat meski tahu besok kiamat. Maka teknologi yang dikuasai umat Islam tak kan dihitung sia-sia andai kabut asap membuat satelit lumpuh, internet tak bisa diakses, hingga akhirnya pandai besi kembali banjir pesanan.

Kita diperintahkan untuk mempersiapkan hari kiamat, alih-alih sibuk berspekulasi mengutak-atik skenario dengan hadits-hadits akhir jaman.

Untuk pertanyaan, “apa yang kau siapkan untuk hari kiamat?”, selain amal sholeh individu, jawaban “penguasaan teknologi untuk kebaikan umat manusia” juga harus diupayakan.