Telah membulat membaja tekad seorang hamba Allah untuk bersedekah. Lalu ia melakukan perjalanan di sebuah kota untuk merealisasikan keinginannya tanpa menentukan terlebih dahulu objek penerima sedekah. Hingga sebuah peristiwa mempertemukannya dengan seorang yang tak dikenal. Pada akhirnya, dengan niat hanya ingin berdonasi tanpa pilih kasih, ia sedekahkan harta yang dibawa kepada orang tadi. Dan hamba Allah itu pun pulang ke rumah dengan hasrat yang telah ditunaikan.
Kisah itu diriwayatkan dalam dua kitab hadits masyhur, Shohih Bukhori dan Shohih Muslim. Lanjutan ceritanya, aksi amal hamba Allah tadi memicu kehebohan di tengah khalayak. Seorang kondang yang punya catatan kriminal sebagai pencuri telah menerima sedekah dari sumber yang tak dikenal. Tergugatlah rasa keadilan publik. Pasalnya orang miskin yang lebih berhak menerima sedekah masih bertebaran di sudut-sudut kota.
Kegaduhan itu pun sampai jua di telinga hamba Allah tadi. Lantas, sambil memuji Allah swt, laki-laki tersebut kembali berniat untuk bersedekah. Kesungguhannya terbukti, seorang wanita menjadi penerima sedekah tanpa pilih kasih itu.
Apa yang telah dilakukan hamba Allah tadi rupanya menimbulkan kegaduhan baru. Orang-orang membincangkan tentang wanita yang populer dikenal sebagai pezina telah menerima sedekah dari seseorang. Lagi, publik merasa sedekah tadi tak layak dan tak adil.
Si hamba Allah hanya bisa memuji Tuhannya atas perbincangan dan tanggapan masyarakat. Ia tak merajuk atau patah arang untuk kembali bersedekah. Baiklah, ia akan kembali bersedekah karena Allah swt.
Tetapi, setelah ia tunaikan niat sedekah terbarunya, gunjingan khalayak bukannya terhenti tapi malah bertambah menjadi. Kiranya sedekah terakhir disodorkan kepada seorang kaya raya. Masyarakat makin tak terima dengan sedekah salah sasaran tersebut.
Hamba Allah pasrah dan memuji Tuhannya yang begitu ia cintai. “Wahai Tuhan ku, hanya untuk Engkaulah segala puji-pujian, (ternyata shadaqahku jatuh) terhadap si pencuri, si penzina dan terhadap si kaya,” bisiknya mesra.
Allah Maha Mendengar, Maha Mensyukuri amal sholeh hamba-Nya. Di suatu malam dalam lelap pulas si hamba Allah, terutus sesosok bayangan seorang pria membawa kabar gembira. “Sedekah mu kepada si pencuri, mudah-mudahan ia akan memelihara dirinya daripada mencuri, manakala kepada wanita penzina mudah-mudahan ia akan memelihara dirinya daripada berzina dan orang kaya mudah-mudahan ia akan mengambil pelajaran lalu menafkahkan sebahagian harta yang telah Allah berikan kepadanya.”
***
Tak ada yang salah dengan donasi kepada siapa pun penerimanya. Kecuali kalau donasi itu memang dimaksudkan agar dipergunakan untuk hal yang tidak baik.
Karena itu, jangan salahkan aksi sosial, termasuk yang ditujukan kepada ibu Saeni, atau ibu Eni. Seorang wanita pengusaha warteg, yang – dari koran Kabar Banten – diketahui berasal dari Tegal, punya tiga cabang usaha warung makan, dan terhitung pengusaha sukses, namun sayangnya terkena razia satpol PP Kota Serang yang menjalankan perda yang telah berlaku bertahun-tahun tentang larangan warung makan melayani pembeli pada siang hari di bulan Ramadhan.
Terpicu pemberitaan media massa yang menceritakan bagaimana satpol PP menegakkan aturan dan ibu Saeni menjadi korbannya, netizen-pun menggalang simpati. Dramatisasi media membentuk kesan dalam benak netizen bahwa ibu Saeni adalah orang tidak mampu yang tertindas. Inisiatif mengumpulkan sumbangan dicetuskan. Terkumpullah dana sebesar Rp 172,8 juta rupiah – berdasarkan catatan Radar Banten. Jumlah yang cukup untuk membangun satu warung warteg lagi bagi ibu Saeni.
Belum lagi tambahan donasi Rp 10 juta dari presiden Jokowi. Kerugian sekitar Rp 600 ribu akibat barang dagangan di sita, memicu pendapatan beratus-ratus juta karena liputan media massa. Luar biasa beruntungnya. Semoga tak ditiru pihak lain yang berniat melawan aturan.
Sekali lagi jangan salahkan aksi sosial seperti ini, yang kiranya jatuh kepada orang kaya pelanggar aturan. Allah mengetahui potensi hamba-Nya untuk berbuat kebaikan. Uang yang terkumpul bisa dipergunakan oleh ibu Saeni untuk kebaikan. Berita lain, kabarnya Bu Saeni akan memanfaatkan uang itu untuk Umroh.
Hanya saja sosok seperti ibu Saeni ini dibutuhkan oleh sebagian pihak sebagai icon untuk melawan perda yang mengganggu agenda liberalisasi. Di Kota Serang, juga di seluruh Indonesia, ada banyak pengusaha warung makan yang terkena penindakan karena melawan aturan tentang berjualan di bulan Ramadhan. Karena perda seperti itu berlaku juga di berbagai kota di Indonesia. Butuh satu icon untuk di-make-over sedemikian rupa sehingga menjadi lambang perlawanan untuk aturan-aturan semacam ini.
Selain pemberitaan yang menumbuhkan simpati, ikonisasi ibu Saeni akan semakin sempurna dengan penggalangan dana. Sehingga semakin mengesankan perda larangan warung makan berjualan di siang hari Ramadhan hanya menindas rakyat kecil.
Apapun agendanya, aksi sosial adalah mulia. Semoga orang yang berdonasi dengan niat baik disempurnakan palahanya oleh Allah. Dan semoga dengan kebaikan itu, Allah memberi mereka hidayah untuk melihat yang haqadalah haq, dan yang bathil adalah bathil, tanpa mudah tertipu giringan opini media massa.