RSS

Ingat Hunain, Ikhwatifillah !!

30 Mar

Antara izzah dan ghurur sepertinya memiliki perbedaan tipis. Ada kebanggaan / izzah dengan jumlah bilangan yang banyak saat Rasulullah saw bersama sekitar 10.000 pasukannya dari berbagai suku memasuki Mekkah. Namun yang terjadi pada perang Hunain adalah ghurur ketika merasa jumlah yang banyak mampu memenangkan peperangan. Perbedaannya terletak pada ada atau tidaknya ihbat (merendahkan diri kepada Allah swt).

Maka periksalah keberadaan ihbat di hati kita saat ini, ya ikhwatifillah, setelah kita melihat massa yang besar memenuhi seluruh tribun di Gelora Bung Karno bahkan hingga ke pinggir lapangan, pada kampanye perdana 16 Maret 2014 lalu. Adakah kerendah hatian di hadapan Tuhan? Atau telah berganti menjadi perasaan kibr (sombong) dan merasa di atas angin yang menyebabkan kita terjebak pada ghurur (tertipu) dengan jumlah itu?

Jumlah tidak menjadi sebab untuk memenangkan perang. Tholut menjadi saksi, dan kisahnya di Al-Qur’an sudah kita ikuti. Apalagi sekedar jumlah peserta kampanye. Contoh nyata, penuhnya Gelora Bung Karno pada kampanye PKS tahun 2009 lalu tidak menjadi sebab Jakarta dikuasai untuk kedua kalinya oleh PKS. Atau melubernya peserta kampanye Hidayat+Didik 2012 lalu juga tidak berbanding lurus dengan suara yang diraih. Malahan, Partai Demokrat yang saat kampanye di GBK tahun 2009 tidak mampu menyaingi jumlah massa kader PKS, berhasil menang di Jakarta. Atau Jokowi-Ahok yang kampanyenya tidak seramai Hidayat+Didik dan Foke-Nara di pilgub kemarin keluar sebagai pemenang di Jakarta.

Memberi arti tentang keramaian dan keriuh-rendahan kampanye PKS pekan lalu bukanlah dengan merasa pasti bahwa partai ini akan mencapai apa yang ditargetkan oleh sebab jumlah yang banyak itu. Keramaian itu bisa memberi izzah, bangkitnya gengsi di hadapan orang-orang yang ingin partai ini tenggelam, dengan disertai rasa kerendah hatian di hadapan Allah swt. Bersyukur, karena dengan sesaknya GBK, Allah swt telah menguatkan perasaan kita kembali yang sempat gentar oleh caci maki masyarakat. Pertanda bahwa masyarakat masih mempercayai kita. Itu adalah modal untuk berbuat lebih banyak dan lebih gigih lagi.

Jangan sampai perasaan ghurur Hunain menjangkiti kita. Perasaan sudah menang membuat potensi tidak dikeluarkan secara optimal. Yang ada malah saling mengandalkan. Bukannya saling berlomba untuk menjadi yang terdepan dalam memberikan perlawanan, malah memilih mundur saat mendapat serangan hebat.

Kalau kita mulai berpangku tangan, tanda ghurur sudah menjangkiti. Tapi kalau kita semakin bergairah dan percaya diri untuk berkerja, maka kita telah memiliki izzah.

Ikhwatifillah, masih jauh kemenangan itu. Bila pemimpin berkata telah mencium aroma kemanangan, itu memang benar dengan segala kerendahan hati di hadapan Tuhan. Tapi aroma akan tinggal aroma bila yang kita lakukan bukannya merengsek ke hadapan, malah asyik bernostalgia membangga-banggakan bilangan.

Allahua’lam bish-showab.

 

Komentar dooong...!!!